FKT ke-11 sebagai Ajang Pelestari Kebudayaan : “Niti Laku Kabudayang Minangka Prasasti”
Tahun 2019 ini penyelenggaraan FKT memasuki usia yang ke 11 serta menjadi tonggak sejarah baru bahwa FKT mampu bertahan selama lebih dari satu dasawarsa. Pada penyelenggaran yang ke 11 panitia mengusung konsep baru yakni dengan mengembalikan FKT pada pemaknaan festival yang sesungguhnya. Cara penyampaian pewartaan dimanifestasikan dalam rumusan tema-tema yang diangkat setiap tahunnya berdasarkan representasi dari isu-isu sosial, lingkungan, kemanusiaan, kesejahteraan umum, dan sebagainya dilaksanakan di Lapangan Pengasih, Kulonprogo, Minggu (8/9/2019).
Foto : Tabloid BIAS |
Orang Muda Katolik (OMK) Rayon Kulon Progo secara konsisten memilih jalur seni tradisional sebagai manifestasi pewartaan (misioner) kepada umat gereja dan masyarakat pada umumnya. Pemilihan jalur seni dan tradisi menjadi sebuah misi pewartaan berdasarkan pada alasan bahwa kesenian yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, kesenian yang tidak mengenal batasan, kesenian sebagai hiburan, dan kesenian sebagai media pendidikan.
Ketua Panitia Fransisca Puspalinda menjelaskan bahwa di tahun ini FKT mengusung tema “Niti Laku Kabudayan Minangka Prasasti”, dengan alasan utama FKT bisa dipahami sebagai sejarah. Tema ini memiliki 3 pemaknaan secara khusus, yakni yang pertama FKT sebagai peristiwa yang ditandai dengan adanya pelaksanaan event FKT yang berjalan selama 10 kali. Yang kedua, pemaknaan khusus yakni FKT dianggap sebagai tempat dimana event FKT ini selalu berlangsung di tempat yang berbeda sehingga meninggalkan kesan tersendiri bagi tempat yang menjadi tuan rumah FKT saat itu. Yang ketiga, FKT dianggap sebagai wadah yang menumbuhkan gerakan kesenian dari masing-masing kontingen. “Dengan tema “Niti Laku Kabudayang Minangka Prasasti” diharapkan semua orang dapat tetap melestarikan kebudayaannya hingga kapanpun,” harap Fransisca Puspalinda.
Wakil Bupati Kulonprogo, Sutedjo yang hadir dalam kegiatan tersebut mengapresiasi panitia penyelanggara dan berharap agar acara ini bisa bersinergi dengan visi pemerintah yaitu membangun wilayah berbasis budaya. Generasi muda diharapkan bisa menjadi pelopor dalam seluruh bidang, termasuk kebudayaan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya FKT ada banyak penampilan dari beberapa kontingen paroki, stasi, akademisi, dan komunitas yang dapat dirinci sebagai berikut : Paroki St. Liseux Boro, Paroki St. Maria Tak Bernoda Nanggulan, Paroki Bunda Penasihat Baik Wates, Stasi Maria Mater Dei Bonoharjo, TK Indriyasana Sedayu, Shinta Art, SLOKA Sudimoro, Sanggar Tajak Betangkong, dan Etnik Banget. Setiap kontingen akan menampilkan berbagai macam kesenian tradisional yang menjadi ciri khas kedaerahannya masing-masing. (Linda)
Dipublikasikan di Tabloid BIAS Edisi 2, 2019.
No comments: