Pameran Visual Hip Hip Hura Olah Sampah Jadi Karya Visual yang Bernilai
Permasalahan sampah pada lingkungan sosial masih menjadi
momok yang kerap diperbincangkan. Eeksploitasi sumberdaya alam (SDA) yang
berlebihan, sampah dan polutan rumah tangga maupun industri yang semakin
menambah beban lingkungan, distribusi pemanfaatan SDA yang tidak memperhatikan
kelestariannya, sedikit banyak mempengaruhi kebiasaan masyarakat serta turut
membentuk beragam budaya masyarakat menjadi peduli, pesimis, optimis, pragmatis,
atau bahkan apatis.
Foto: Adhisti & Intan |
Melihat permasalahan tersebut, enam seniman perupa
mempresentasikan hasil karyanya dengan mengangkat tema permasalahan sosial
lingkungan pada Pameran Seni Visual Hip-Hip Hura. Keenam perupa tersebut yakni
Hery Sudiono, Pambudi Sulistio, Gunadi Uwuh, Anton Yuniasmono, Eiwand Suryo.
Pameran Seni Visual Hip Hip Hura telah diselenggarakan
selama seminggu dari tanggal hari Jumat (12/10) hingga Sabtu (20/10) di Bentara
Budaya Jalan Suroto No 2 Kota Baru, Yogyakarta. Di sana terdapat 27 karya dari
6 perupa termasuk lukisan yang dipajang di Bantara.
Mengambil tema khusus indie, keenam perupa berusaha
mengeksplore bentuk-bentuk alternatif melalui eksperimen. Di pameran ini,
kalian dapat melihat berbagai macam karya dalam bentuk rupa. Tidak hanya
lukisan, namun karya-karya visual seperti patung instalasi, daur ulang buku,
dan masih banyak lagi. Sesuai dengan tujuannya, semua bahan yang digunakan
perupa dalam membuat karya merupakan recycle dari daun dan plastik.
Seperti yang terlihat pada karya tiga mantra Pambudi
Sulistio yang berjudul "Suku Apakah (Deforestasi)", "DPR
(Deforestasi)", yang dibuat dengan
memanfaatkan daun serta sampah-botol plastik di atas kanvas menjadi kritik
Pambudi Sulistio atas fenomena deforestasi yang terjadi di Indonesia telah
menurunkan daya dukung lingkungan secara nyata.
Menurut Hery Sudiono, salah satu perupa yang ikut
berpartisipasi, Pameran Hip-Hip Hura ini merupakan sebuah perayaan eksistensi
perupa yang lepas, bebas bermain tanpa ada beban dalam keceriaan. "Karna
seni rupa dan seni secara umum semakin meninggalkan dogma lama. Sekarang semua
suara dianggap sahnya, sama seninya," jelasnya.
Hery pun menambahkan, melalui pameran ini, perupa diajak
untuk lebih percaya diri dengan karya-karyanya. "Daripada pusing-pusing
mencari makna dari seni, mencari eksistensi dari seni, dan manfaat untuk
masyarakat dan kebudayaan, lebih baik berkarya saja. Bahkan jika tidak bermakna
pun yang penting berkarya saja," tambahnya.
Pameran yang dibuka oleh Mikke Susanto serta didukung oleh
kurator Deni S dan Jusmani terlihat diminati banyak pengunjung. Ditambah tidak
ada biaya masuk untuk melihat pameran visual ini. Menariknya lagi, 50% hasil
dari karya-karya yang terjual akan didonasikan kepada saudara kita yang ada di
Palu dan Donggala. Melalui seni mereka juga ingin mengajak pengunjung untuk
peduli sosial. Namun setiap karya di jual dengan harga yang berbeda-beda. Harga
relatif dari 100 ribu hingga 10 juta.
Hery Sudiono berharap jika Pameran Visual Hip Hip Hura
membuat senin semakin tidak berjarak dengan publik. "Untuk menjebatani
seni dengan publik, itu yang sedang diusahakan dan digerakkan oleh
perupa." tutupnya (Intan – Adhisti)
Pameran Visual Hip Hip Hura Olah Sampah Jadi Karya Visual yang Bernilai
Reviewed by elisa
on
Friday, May 03, 2019
Rating:
No comments: