JOGJA INTERNASIONAL STREET FESTIVAL : Menyatukan Perbedaan dalam Tudung Seni dan Budaya
Jogja International Street Performance
(JISP) kembali lagi diselenggarakan pada 11-12 September 2018. Acara tahunan
yang diprakarsai oleh Dinas
Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bekerjasama dengan Jaran
Production ini dihelat di beberapa ruang public yaitu seputaran bundaran UGM, Graha
Sabha Pramana, dan Lapangan Pancasila UGM, mulaipukul 16.00
hingga 22.00, yang
meliputi kegiatan public space
performance dan on stage performance.
Foto: Instagram.com/krincingmanis_official |
Dilansir dari keterangan press release, acara ini diangkat dari sebuah
gagasan bahwa di Yogyakarta iklim kesenian
tumbuh dengan pesat dan kekayaan seni budaya terawatt dengan baik, sehingga dapat
menjadi ajang kegiatan kesenian alternatif yang memberikan ruang baru bagi seniman
seni pertunjukan, baik seniman kontemporer dan tradisional untuk bebas berkreasi
menunjukkan kreativitasnya.
Tahun ini JISP menerapkan tema #7 Jogja The Dancing City dengan
tagline Jogja Jejoge dan. Dalam kesempatan
ini, JISP 2018 ingin memperjelas kerjasama dalam menjadi bagian dari Dancing Cities Network yang berpusat di
Barcelona dan sudah diikuti oleh puluhan negara di Eropa dan Amerika Latin.
Ruang publik dipilih demi sebuah upaya untuk mendekatkan masyarakat
pada kegiatan kesenian dan meningkatkan apresiasi masyarakat dalam berbagai segmen.
Afinitas masyarakat sebagai pendukung utama produk seni budaya menjadi sasaran
yang sangat penting dalam acara ini.
Tak hanya itu, ada pula dua pertunjukan spesial yang akan digelar
di Taman Budaya Yogyakarta yaitu kolaborasi antara DINYOS Dance Company
(Jepang) dengan Bimo Dance Theatre (Indonesia) pada tanggal 10 September 2018, pukul
19.30 dan pertunjukan kolaborasi Leine Roebana (Belanda) dengan seniman –
seniman Indonesia pada 11 September 2018, pukul 19.30.
JISP 2018 dimeriahkan
oleh seniman-seniman seni pertunjukan terutama musik dan tari dari manca
negara, diantaranya Kazco
Takemoto (Jepang), Stefano Fardelli (Italia), Rodrigo Parejo (Spanyol), Potchanan
Pantham (Thailand), dan Angela
Vela (Mexico). Serta kelompok seniman di Indonesia yang berasal dari beberapa daerah;
Ni Dance (Purworejo), Sanggar Shaka Budaya (Wonogiri), Fitri Dance
(Padang), dan lain-lain.
Acara yang bersifat internasional ini diharapkan dapat menjadi
ruang pemersatu budaya antar bangsa dan membangun komunikasi dengan mengesampingkan
suku, ras, agama, dan
golongan baik antar daerah maupun antar negara. Suatu
kesempatan untuk para penampil berekspresi dan mempresentasikan aktivitas seni dari
wilayah dan negara mereka masing – masing untuk kemudian dapat saling
berinteraksi dan berkolaborasi. Dan hal ini tentunya juga dapat dilihat sebagai upaya
untuk meningkatkan destinasi kegiatan budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. (Adhisti)
JOGJA INTERNASIONAL STREET FESTIVAL : Menyatukan Perbedaan dalam Tudung Seni dan Budaya
Reviewed by elisa
on
Wednesday, May 01, 2019
Rating:
No comments: