Buah Awal
Duduk di dekat ibu memang sangat menghangatkan,
ibuku mendekapku dengan penuh kasih sayang. Angin berhembus dengan kencang saat
aku dan ibuku duduk dikursi tua depan rumahku. Tak tentu arah, aku bercerita
tentang aku yang sedang dalam proses beradaptasi di rumah baruku ini. Aku yang
mulai menangis saat aku mengingat kecerian yang dulu dirasakan keluarga kecil
ini. Tapi sekarang aku merasa sedih.
Foto: Ibu |
“Gimana,
kamu senangkan udah bisa lari pagi sama ibu?”, ujar ibu. “Iya bu, tapi lebih
senang lagi kalau kita bisa lari pagi dengan A... Maaf bu, aku tidak sengaja”,
kataku. Saat itu pun ibu ku hanya bisa tersenyum, bahkan senyumnya pun
memancarkan sinar yang berkilau. Ibuku mengajak ku untuk pergi ke pasar,
biasalah ibuku sering membeli jajanan pasar untuk ayah dan aku. “Ibu, aku main
ke rumah teman dulu ya bu. Oh iya bu, aku bawa kue lupisnya ya bu. Mau buat
temanku bu”. Ibuku hanya mengangguk dan sibuk sekali dengan hp nya.
Malam
harinya, seperti biasa aku sendirian lagi di persembunyian sunyi ku.. Ayah
tetap tak kunjung pulang, aku tak tahu apa yang dilakukan ayah sekarang, apakah
dia sudah makan, sudah berdoa, apakah ayah sudah berbuat kebaikan. “Ahh...
sudah lah lebih baik, daripada aku gelisah, aku tidur sajalah’’.
“Than,
Nathan... Ayo bangun nak, ibu sudah menyiapkan air panasnya”, teriak ibuku. “Iya
bu, sebentar aku lagi beres-beres kamar dulu. 5 menit lagi aku keluar bu”. Aku
merasa sedih saat aku menyadari bahwa ibuku selalu kesusahan, selalu merasa
kesulitan, sedangkan aku sebagai anaknya tak bisa membantunya. Sering aku
tersadar dalam mimpiku untuk membantu ibu, tapi kenapa hal itu terlalu sulit
untuk aku lakukan. “Ibu, apa yang bisa aku bantu untuk meringankan pekerjaan
ibu? Bu, aku ingin ibu selalu memanggil namaku, bukan karena ingin mengajakku makan
atau sudah menyiapkan air panas untukku. Aku ingin ibuku memanggil saat ibu
membutuhkan pertolonganku. Seperti ibu memanggilku untuk menyuruhku menyiapkan
makan malam dan memasak air” jelasku. “Nathan, ibu hanya ingin kamu fokus pada
pelajaranmu di sekolah. Ibu ingin kamu menjadi anak yang berprestasi. Jadi, ibu
ingin kamu tidak usah terlalu memikirkan hal seperti itu”. Akhirnya dengan
penjelasan ibu itu, aku langsung pamit pada ibuku untuk berangkat sekolah.
Setelah
sepulang sekolah, di perjalanan... Aku masih mengingat wajah ayah yang begitu
rupawan, gagah, dan berani. Aku ingin seperti ayah yang rela berkorban bagi
Indonesia. Ayahku adalah seorang tentara yang meninggal dunia saat ada
pemberontakkan. Ayahku memang ayah yang kuat, seperti ibuku. Aku tidak bisa
hidup dengan kondisi seperti ini. Aku tidak bisa hanya fokus pada pelajaran
sekolah. Seharusnya aku juga harus memperhatikan kedua orangtua ku, walau aku
sudah kehilangan ayahku tercinta. Betapa teganya aku yang selama ini hanya bisa
di persembunyian sunyiku di kamarku. Mungkin aku sering sadar tentang hal ini,
tapi untuk kali ini adalah kesadaran terakhirku untuk mulai mengawali hidup
baruku bersama ibuku. Hanya ibuku lah satu-satunya orang yang sangat
mencintaiku selamanya, begitu pun denganku.
“Ibu
aku pulang, ibu aku sayang dengan ibu. Aku tidak ingin kehilangan ibu, apakah
ibu bisa terus menyayangiku?” air mataku menetes dan membuat ibuku terkejut.
“Nak, kamu harus tahu satu hal. Bahwa ibu tidak akan meninggalkanmu nak. Nak,
mulai sekarang ibu ingin agar kamu selalu menjadi anak yang berbakti pada
orangtua, menjadi anak yang kuat dan tegar”. Sekarang dan akhir hayat hidupku, aku
yang akan menggantikan ayah. Untuk benteng perkasa bagi ibu dan istana rumahku. ( Chicilia Rosa Linda
Keban)
Buah Awal
Reviewed by elisa
on
Saturday, March 30, 2019
Rating:
No comments: