Kebijakan Zonasi, Sebenarnya Menguntungkan atau Malah Merugikan?
Dua tahun ini
Yogyakarta telah memberlakukan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan siswa
baru. Kebijakan ini berlaku untuk SD, SMP, dan SMA/SMK. Pada prinsipnya, aturan
ini bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Sistem zonasi
ini sebenarnya juga sudah dilakukan sejak 2017, namun belum keseluruhan.
Foto: Elisa |
Tujuan zonasi
menurut saya adalah tujuan yang baik. Ada beberapa poin yang sebenarnya ingin
pemerintah galakkan terkait pemerataan kualitas sekolah. Sistem zonasi
diterapkan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan. Dengan sistem
zonasi, sekolah negeri diwajibkan untuk menerima calon peserta didik yang
berdomisili di radius zona terdekat dari sekolah, paling sedikit sebesar 90%
dari total kuota peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik
tersebut berdasarkan alamat pada kartu keluarga.
Radius zona
terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan jumlah ketersediaan daya
tampung, dikaitkan dengan ketentuan rombongan belajar dan ketersediaan anak
usia sekolah di daerah tersebut. Untuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah
perbatasan provinsi atau kabupaten/kota, ketentuan persentase dan radius zona
terdekat dapat diterapkan melalui kesepakatan secara tertulis antar pemerintah
daerah yang saling berbatasan tersebut. Pada intinya sistem zonasi bertujuan
mendekatkan tempat tinggal anak dengan sekolah.
Kebijakan ini
bukan tanpa alasan. Saya melihat pemerintah ingin lebih melindungi siswa dari
hal-hal negatif seperti tawuran, mengendarai kendaraan belum pada waktunya,
hingga menyamakan presepsi bahwa semua sekolah itu sama tanpa ada embel-embel
sekolah favorit lagi.
Jika dilihat
sekilas, saya menilai tampak bagus. Kalau kebijakan ini dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan goals nya, tentu sangat menyenangkan bagi siswa di seluruh
Indonesia, khususnya Yogyakarta. Tidak ada lagi label-label, SMA ini favorit,
SMP itu favorit. Semua akan berkualitas sama dan punya derajat yang sama. Baik
di kota maupun kabupaten.
Tapi, bukankan
kebijakan baik selalu memiliki pro dan kontra? Begitu juga dalam case ini. Saya
melihat kurang matangnya kebijakan zonasi membuat banyak pihak yang merasa
kontra dengan kebijakan ini. Tidak bermaksud menyalahkan salah satu pihak, namun
dengan melihat sisi lain dari case kontra setidaknya nantinya bisa membantu
membenahi dikemudian hari.
Sebagaimana
kebiasaan terdahulu, setiap perubahan kebijakan dilakukan secara paralel dan
langsung. Maksudnya, bukan memperbaiki sistem yang sebelumnya, sistem
pendidikan Indonesia lebih sering menerapkan kebijakan secara langsung yang
artinya mengubah kebijakan sebelum-sebelumnya.
Tujuannya baik,
tapi caranya perlu dievaluasi kembali. Jika sistem pendidikan di Indonesia
berkaca pada sistem pendidikan di Finlandia yang tidak menerapkan pemeringkatan
institusi pendidikan dan tidak memberikan label sekolah favorit, serta setiap
siswa dianggap setara dalam mendapatkan pendidikan, apakah hal serupa sudah
dimiliki Indonesia?
Apakah tepat
kebijakan tersebut sudah dibarengi dengan pemerataan kualitas sekolah di setiap
kota dan daerah? Atau jangan-jangan kebijakan ini malah membuat mundur siswa
yang sebenarnya bisa mengembangkan dirinya namun justru terhalang dengan
fasilitas sekolah yang kurang mendukung pengembangan dirinya?
Jika ingin
mengubahnya, ada baiknya perlahan. Akan lebih baik jika ada pembagian kuota
sehingga tidak mutlak semua berdasarkan zonasi. Dibagi kuota berdasarkan nem,
prestasi, dan kkm. Tentu semua
menginginkan sistem pendidikan yang lebih baik, lebih mendukung siswa dalam
mendapatkan pendidikan. Akhirnya, tujuan pemerintah menerapkan sistem zonasi
sekolah ini untuk pemerataan jumlah siswa di setiap sekolah. Akan lebih baik,
sebelum menerapkan sistem yang bisa meratakan kualitas pendidikan di semua
sekolah, pemerintah meratakan dulu kualitas pendidikan di smeua sekolah di
Indonesia.
Dengan begitu,
calon siswa akan mendaftarkan secara merata di semua sekolah manapun, baik
negeri maupun swasta. Ya, semoga saja fenomena pro-kontra PPDB dengan sistem
zonasi adalah awal dari proses pembiasaan. Alangkah lebih bijak pemerintah bisa
memikirkan cara lain yang lebih cerdas dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan dan pemerataan siswa di setiap sekolah di Indonesia. (novia intan)
Dipublikasikan
Tabloid BIAS, Edisi 1, 2018
Kebijakan Zonasi, Sebenarnya Menguntungkan atau Malah Merugikan?
Reviewed by elisa
on
Friday, February 08, 2019
Rating:
No comments: