Jenang Gempol: Saratakan Filosofis dan Tradisi
Segar dan mengenyangkan, bertekstur kenyal
dengan bauran rasa gurih dan manis bergumul menjadi satu di lidah. Jajanan
tradisional kali ini mulai agak susah ditemukan namun masih memiliki banyak
penggemar setia. Salah satu kuliner lawas ciri khas Jawa
yang terbilang susah-susah gampang mencarinya ini ialahjenang gempol. Masihseringkah
kalian mengonsumsi makanan khas yang satu ini?
Sesuai dengan namanya,
jenang diambil dari bahasa Jawa yang
berarti bubur, sedangkan gempol merupakan sebutan untuk bulatan-bulatan sebesar
kelereng yang dibuat dari tepung beras, dengan siraman gurihnya kuah santan semakin menamambah
kenikmatan setiap sendoknya.
Memiliki beragam macam, kuliner ini tak pernah lekang dikikis
zaman. Jenang
pada masyarakat Jawa sudah mengakar sejak zaman kerajaan Hindu. Tradisi jenang juga
ada
kala era
Walisongo bahkan sampai masa kini. Jenang selalu hadir sebagai simbol ungkapan
rasa syukur kepada-Nya. Merepresentasikan doa, harapan, persatuan, dan semangat. Kehadiran makanan khas ini
tidak akan lepas dalam
semua ritual selamatan rakyat
Jawa, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Slamet Raharjo, Pelindung
Yayasan Jenang Indonesia mengungkapkan secara sosiologis jenang merupakan jenis
kuliner yang lahir dari kreativitas masyarakat. Jenang bebas dari atribut
status sosial dan etnis alias bersifat demokratis, egaliter, spiritual dan
relegius.
Tidak seperti bubur lainnya yang umumnya berwarna putih,
bubur dalam jenang gempol berwarna cokelat, yang merupakan perpaduan antara
beras dan gula merah atau gula jawa. Sedangkan untuk gempolnya, cukup
menyediakan beras yang direndam semalam lalu diblender. Walau beberapa
jenang sudah jarang ditemukan, namun sebagian masih bisa didapatkan di
pasar-pasar tradisional.
Bu Yas, penjual jenang sumsum dan jenang gempol menyatakan
sudah 50 tahun lebih beliau menjajakan kuliner khas ini, dengan resep yang
turun-temurun dari sang nenek. “Peminatnya masih banyak, sehari bisa habis seratus
bungkus lebih. Karena jenang itu harus masih segar ketika dijual maka saya membuatnya
selalu di pagi dini hari.”
Dengan harga yang terjangkau, Rp. 2000,00 hingga Rp.
3000,00 saja, kalian dapat mendapatkan satu porsi jenang gempol yang nikmat dan
mengenyangkan. (Adhisti)
Dipublikasi Tabloid BIAS, Edisi 4, 2017
Jenang Gempol: Saratakan Filosofis dan Tradisi
Reviewed by elisa
on
Monday, January 14, 2019
Rating:
No comments: