Media Sosial, Media Pemecah Persatuan sekaligus Penyatu Persatuan
Penulis: Elisa
Internet berkembang dengan begitu pesat. Kepesatan teknologi mampu
mengubah banyak aspek. Mulai dari aspek ekonomi, lifestyle, sudut pandang, hingga mengubah pandangan dan keyakinan dalam
kepercayaan. Didukung kemunculan media sosial yang saat ini sudah menjadi
bagian dari hidup. Kecanggihan teknologi sebagai indikator kecerdasan dan
kepandaian dalam bidang Teknoogi Informasi (TI). Berkat kecanggihan dan
trobosan TI melahirkan banyak aplikasi dan media sosial.
Kehadiran media sosial memberikan banyak keuntungan dan menawarkan
kemudahan dalam mengakses banyak hal. Beberapa bentuk media sosial yang saat
ini ngehit ada Facebook, linkedin, twitter, instagram, G+, line, blog dan masih
banyak lagi. Awalnya, Medsos ditujukan sebagai penghubung teman-teman lama yang
jauh di sana. Bahkan seiring berkembangnya inovasi dari sang empu, medsos dapat
menghubungkan dengan orang asing yang tidak kita kenal sebelumnya. Medsos
terkonsep seperti halnya interaksi sosial di dunia nyata, yaitu menghubungkan
temannya teman bisa berteman dengan kita. Dengan kata lain, dunia maya pun
secara tidak sengaja telah menjalankan Qs. Al Hujarat ayat 10: Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal.
Cerdas Bermedia Sosial
Media sosial tidak selalu memberikan keuntungan bagi para penggunanya.
Selalu ada dua sisi yang hadir. Jika ada sisi positif, maka aka nada sisi
negatif. Bentuk sisi negative medsos adalah penyalahgunaan sebagai ajang
profokasi, mencaci, media empuk untuk menyebarkan berita hoax dan sebagai ajang
manifestasi timbulnya rasa dengki dengan penguna medsos lain yang tidak dikenal
sekalipun. Manifestasi penggunaan medsos yang salah dapat memecah persatuan
NKRI. Sebaliknya, pengguna medsos secara cerdas dan positif dapat mempersatukan
NKRI. Dari sekian juta pengguna media sosial, tidak semua pengguna medsos paham
dan tergolong orang-orang cerdas bermedia sosial.
Cerdas menggunakan medsos dalam hal ini kemampuan untuk memaksimalkan
askes medsos dengan baik. Misalnya, dimanfaatkan untuk menjalin teman lama, menjalin
relasi pekerjaan, hingga ada juga yang memanfaatkan medsos sebagai berjualan
produk barang dan jasa. Bahkan, teman-teman kita yang membranding diri menjadi
intreprenuer untuk mencari peluang dan menjalin partner kerja. Orang-orang yang
mampu melihat peluang medsos dari segi positif, menjadi lahan empuk untuk memperoleh
penghasilan tambahan yang strategis dan potensial. Sayangnya, tidak semua orang
mampu memanfaatkan ini dengan bijak.
Bahaya Penggunaan Media Sosial
Media sosial itu dunia yang gaduh, tapi kosong. Banyak yang berisik dan
mendadak menjadi pribadi intelek, namun di dunia nyata tidak seperti yang
terlihat di medsos. Di medsos aktif menyerukan kebencikan, sindiran dan jago
melempar makian. Tidak sampai disitu, banyak juga yang menggunakan medsos sebagai
ajang menyebar informasi yang tidak berkredibilitas dan adu domba. Nampaknya
memang sederhana, namun dampaknya luar biasa bagi pengguna medsos.
Dampak yang ditimbulkan di media sosial lebih berbahaya dibandingkan
kita salah ucap dalam interaksi sosial. Pola kerja dampak di medsos itu seperti
teorinya segitiga MLM. Misalnya, satu orang menyebarkan berita hoak, jika
jumlah pertemanan di medsos ada 2.000 orang, paling tidak ada berapa orang yang
akan terpengaruh dengan share berita hoak yang kita sebar?. Misal ada satu
orang teman ikut ‘share’ maka, berapa pengguna medsos yang juga akan
terpengaruh berita hoax tersebut? bisa jauh lebih banyak. begitu seterusnya.
Dilihat dari perspektif yang lain, salah satu penyebab jumlah share yang
banyak, sekalipun itu berita hoax ada banyak kemungkinan. Salah satunya karena
faktor keterbatasan manusia mencerna dan memproses informasi. Ketika seseorang
memproses informasi yang diperoleh, setiap orang memiliki daya tangkap dan
pemahaman yang berbeda-beda. Apa yang ditangkap kemudian diproses dan diolah ke
otak. Ketika di dalam otak seseorang memiliki banyak sudut pandang dan wawasan,
informasi yang diperoleh akan diproses lebih kritis. Sebaliknya, jika sedikit
wawasan dan sudut pandang akan mempengaruhi pemprosesan informasi.
Ada sebuah ungkapan, yang intinya, ketika kita membaca satu buku, kita
akan merasa paling pandai dan puas. Namun, ketika kita membaca lebih dari 10
buku, kita justru merasa masih bodoh. Pesan ini berlaku dalam pemprosesan
informasi dan berita hoax di media sosial. Ketika kita mudah menjastifikasi dan
menuding mencari sisi negative orang lain, itu tanda bahwa kita perlu menambah
wawasan dan sudut pandang lain. Atau kita perlu belajar dari simbol tudingan
telunjuk tangan. Ketika kita menuding satu telunjuk kesalahan orang lain, masih
ada empat telunjuk yang berbalik menunjuk kita. Sayangnya, sedikit orang yang
memahami konsep ini.
Framing Berita
Memang ketidaktahuan pengguna medsos di luar sana tidak ada yang
dipersalahkan. Sunatullah seorang manusia memang memiliki banyak kelemahan
dalam menangkap informasi. Ketika kita melihat berita di medsos yang ditulis
dengan judul yang menarik dan isi yang fokusnya menonjolkan sisi negative
oknum, ormas atau objek lain, maka kita akan ikut terprofokasi. Hal ini juga
dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2003) yang menyinggung tentang bias
negativitas. BIAS Negativitas kemampuan seseorang mengacu pada fakta bahwa kita
menunjukkan sensitivitas yang lebih besar pada informasi negative daripada
informasi positif.
Skema penyebaran berita hoax di medsos memang dibuat sedemikian rupa.
Terutama bagi penulis berita hoax. Si penulis memiliki kemampuan untuk
mengarahkan tulisan sesuai tujuan yang ingin dicapai, misalnya ingin
memprofokasi. Bagi pembaca atau pengguna medsos yang tidak menyadari hal
tersebut, seolah-olah tulisan tersebut benar begitu apa adannya. di dukung
dengan keterbatasan manusia dalam menangkap informasi.
Manusia memiliki keterbatasan menangkap informasi. Baik informasi secara
tertulis ataupun informasi secara lisan. Sebagai analogy sederhana, ada sebuah
permainan games. Satu regu terdiri dari 6 anggota. Kelima anggota tersebut
berada di dalam bilik tirai yang tertutup. Satu anggota pertama diberi sebuah
kalimat. Kalimat itu ditransformasikan ke orang ke-1. Orang ke-1 mentransformasikan
ke orang ke-2 sampai ke orang ke-5. Kesimpulannya, dari kelima orang yang
diberi kalimat yang sama, mereka tidak dapat mengulangi kalimat yang sama persis.
Begitupun dalam proses penangkapan informasi hoak di media sosial. semua
tergantung kecerdasan, pengetahuan individu masing-masing.
Kesimpulannya adalah cerdas bermedia sosial. Catatan ini sebagai
refleksi diri untuk menahan diri agar tidak latah share. Terutama share berita
yang tidak berkredibilitas. Inti refleksi catatan ini semoga membantu menahan
diri dan mengedepankan pertemanan di dunia maya dengan harmonis, selaras dan
hangat. Daripada menggunakan sebagai ajang caci dan kritik, alangkah lebih
bijak jika digunakan untuk menjalin silaturohim, memperluas relasi, dan berbagi
motivasi. Jika ada pilihan menjadi pribadi yang dicintai dan pribadi yang
inspiratif, kenapa justru memilih menjadi pribadi yang dibenci?
Dimuat
di Tabloid BIAS Edisi 2|2017
Media Sosial, Media Pemecah Persatuan sekaligus Penyatu Persatuan
Reviewed by elisa
on
Tuesday, January 30, 2018
Rating:
No comments: