Teruslah Mendidik Diri Sendiri
Foto : Elisa |
Seberapa penting pendidikan? Terlalu pentingnya
pendidikan, banyak orang yang mengorbankan sebagian hartanya untuk menukar
uangnya demi ilmu. Terlalu pentingnya illmu, banyak orang rela mengencangkan
perut agar bisa mengenyam pendidikan. Pentingnya wawasan, banyak orang
merelakan merantau ke negeri orang untuk mencari Ilmu. Pentingnya sebuah
pendidikan pula, pemerintah mewajibkan setiap warga negarannya wajib belajar 12
tahun.
Pemerintah memberikan
fasilitas lebih terhadap warga yang putus sekolah dan tidak mampu. Pemerintah
memberikan beasiswa yang memiliki prestasi, sebagai bentuk apresiasi.
Pemerintah memberikan fasilitas dan bantuan sarana prasarana untuk lembaga
pendidikan yang membutuhkan fasilitas. Dan banyak hal yang diberikan agar
setiap warga negara merasakan keberkahan dan sejuta manfaat dari ilmu.
Pendidikan menjadi
media untuk memperoleh ilmu, wawasan dan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Sebagai
bukti telah menempuh lembaga pendidikan, setiap orang mendapatkan label yang
disebut ijazah, gelar. Label ini pulalah yang menciptakan masyarakat melabeli
seseorang menjadi lebih tinggi kedudukannya, menjadi lebih terhormat atau
sebaliknya. Banyaknya pelabelan dan persepsi masyarakat inilah yang akhirnya
menjadikan hakikat belajar menjadi berambigu, samar dan tujuannya tidak lagi
murni. Kemudahan mengenyam pendidikan saat ini semakin rancu niat dan pandangan
dalam belajar.
Pendidikan
Tak Lagi Sama
Dahulu, pendidikan
diperoleh penuh dengan perjuangan keras. Hanya orang-orang yang memiliki
jabatan, kedudukan tinggi dan hanya orang spesial saja yang diperbolehkan
merasakan bagaimana sekolah. Kini, semakin mudahnya akses masuk dunia sekolah,
semakin banyak orang yang terlena. Kini, banyak orang yang masuk sekolah bukan
karena mencari ilmu, tapi ingin mencari ijazah, mencari popularitas, mencari
gelar, mencari kedudukan dan agar dipandang lebih tinggi oleh orang-orang
sekitar.
Bahkan, di jejaring
sosial banyak opini dan topik mengenai sekolah hanya diperuntukan oleh mereka
yang pandai, dan bukan diperuntukan oleh orang yang bodoh. Sistem pendidikan
pun mulai dipertanyakan. Keprihatinan dunia pendidikan semakin membuat berfikir
ulang. Salah satu contoh kasus, siswa lulusan SMA/K/MA harus menjadi orang yang
pintar agar lolos seleksi mamasuki Perguruan Tinggi. Dari banyaknya tes
tersebut bentuk cerminan bahwa untuk bisa sekolah harus pintar terlebih dahulu.
Sejatinya, fungsinya lembaga pendidikan adalah untuk mencerdaskan masyarakat
yang memang tidak tahu menjadi tahu.
Motivasi
Belajar Demi Orang Tua dan Prestise
Sistem pendidikan
yang selalu berubah-ubah, dan pengaruh stereotip, lingkungan ternyata
memberikan impect terhadap pelajar. Pernah menanyakan kepada anak-anak SMP yang
berada di sekitaran rumah, kenapa mereka sekolah? karena ingin membahagiakan
orangtuanya, karena menuruti keinginan orangtua, karena Orangtua menuntut anak
untuk mendapatkan nilai bagus, juara kelas dan diimiing-imingi dengan hadiah
jika mampu mencapai target tersebut.
Motivasi belajar
bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, bukan untuk bekal dirinya sendiri.
anak-anak justru termotivasi oleh hadiah yang ditawarkan orangtua, anak
termotivasi oleh pujian orangtua jika ia berhasil. Anak hanya mengejar reward dan
mengejar pujian dari masyarakat. Kebiasaan ini, tertanam sejak kecil, walhasil secara
alam bawah sadar, hingga ia dewasa, ia tidak mengejar ilmu, melainkan mengejar ijazah, gelar, pandangan
orang lain dan sebagainya.
Pendidikan
Bukan Ajang Bisnis Pamer Kekayaan
Bangga bisa masuk ke
sekolah ternama. Siapa yang tidak bangga anak-anaknya berhasil masuk sekolah
yang memiliki predikat terbaik seluruh provinsi, Nasional, bahkan Internasional.
Sesama orangtua saling berburu sekolah terbaik, dengan embel-embel mencari muka
di mata oranglain. Merasa hebat ketika bisa masuk di sekolah X, misalnya. Tidak
sekedar itu, terkadang, lembaga pendidikan juga dijadikan sebagai media untuk
pamer kekayaan. Mengingat, beberapa sekolah terbaik terkenal dengan biaya yang
mahal.
Namun, pernahkah
menoleh kebelakang. Anak-anak di luar sana banyak yang tidak mengenyam sekolah.
Jangankan sekolah, mereka makan pun susah. Bukan karena mereka tidak ingin
sekolah, namun keterbatasan mereka yang memaksa mereka tidak sekolah. Mereka
juga sama halnya ingin belajar. Mereka juga sama halnya dengan kita, juga
memiliki harapan baik di masa depan.
Orang yang
bersungguh-sungguh memunguti ilmu, bersungguh-sungguh mengenyam pendidikan yang
benar, mereka tidak direpotkan dengan hal remeh temeh paparan di atas. Orang
yang sungguh-sungguh belajar, selalu tampil sederhana, penuh kesahajaan.
Seringkali, mereka tampil apa adannya, bukan justru tampil penuh kemewahan.
Singkat pemikiran penulis, ilmu tidak mampu dibeli dengan uang seberapapun.
Karena, setiap langkah kita adalah belajar. Belajar itu menempa dan mendidik
diri sendiri dari ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti.
Belajar tak selalu dibangku
pendidikan formal. Menjadi orang cerdas tidak selalu harus sekolah terlalu
tinggi. Hakikat pendidikan adalah, kecerdasan diri untuk mampu memungut ilmu sedikit-demi
sedikit. kemudian, ilmu tersebut dikumpulkan. Kumpulan ilmu yang diperolehnya
bukan untuk memperalat atau untuk pamer, tetapi untuk dibagikan lagi kepada
yang membutuhkan. Karena pada dasarnya, manusia satu sama lain saling mendidik.
Apa yang kita
niatkan, itulah yang akan kita dapatkan. Meniatkan untuk pamer, hanya akan
memperoleh pujian yang sekejap mata. Jika meniatkan untuk ikhlas belajar
banyak, maka semakin memperlihatkan betapa banyak ilmu Tuhan yang kita tidak
mampu menyerap secara keseluruhan.
Elisa
Dipublikasi
di Tabloid BIAS | Eds 1| 2016
Teruslah Mendidik Diri Sendiri
Reviewed by elisa
on
Saturday, August 06, 2016
Rating:
No comments: