KPBJ : Jeritan Perempuan Mengembalikan Identitas
Perempuan berkebaya
adalah identitas masyarakat Jogja tempo dulu. Seiring perkembangan teknologi, fashion
dan modernisasi masuk di Indonesia, perlahan kebudayaan Jogja merasakan dampak
akulturasi budaya luar. “Kain kebaya dan batik justru orang luar yang tertarik.
Sungguh ini disayangkan. Kenapa kita mencintai budaya asing? Kenapa tidak
mencintai budaya sendiri. Kita punya kebaya dan batik yang cantik-cantik
peninggalan nenek moyang yang patut kita banggakan,” kata Flora dengan geregetan
gemas.
Foto : Elisa |
“Tujuan kita menggugah semangat kita semua.
Pertamakali kita menanamkan masyarakat untuk bangga berpakaian kebaya. Tujuan
jangka panjang, ketika banyak orang berpakaian berkebaya bisa menciptakan
pasar. Para pengrajin batik mendapatkan udara segar,” cerita Flora, salah satu
pendiri KPBJ. Ia pun bercerita, salah satu alasan lain bersemangat
memperkenalkan pakain berkebaya karena keprihatinan para pengrajin kain kebaya
dan batik di Yogyakarta masih sangat tidak layak. Banyak orang menyemangati
membatik, namun lupa menciptakan pasar bagi para pengrajin batik.
“Sekarang ini para
pengrajin banyak dirumahkan, dan banyak pengrajin yang diculik. Perlu diketahui
mbak, batik-batik di Tanah Abang Jakarta, semuanya itu buatan dari Cina. Bukan
dari pengrajin kita,” tegasnya, prihatin mengingat nasib para pengrajin lokal.
Ia pun mencoba mengambil sisi positif dari dampak pasar terbuka ini. “Tapi
jangan salahkan pemerintah. Karena pasar terbuka sudah kesepakatan. Jadi kita
ambil sisi baiknya.” Tambahnya.
Perempuan berusia lebih
dari 40 tahun ini berpesan bahwa, salah satu cara yang bisa dilakukan saat ini
adalah masyarakat Indonesia harus kuat. Jangan mudah diprofokasi, tetap
mencintai dan menjaga budaya, tidak pandang bulu usia. Ia pun masih memaparkan
pentingnya menjaga kebudayaan, terutama Kebaya dan Batik berapi-api. Bahwa
sebenarnya budaya kita sedang diserang. Banyak dari kita lupa, bahwa nenek
moyang pada dahulu menyelipkan banyak makna filosofis yang dalam disetiap yang
dilakukan. Salah satunya, budaya masa dulu menggenakan konde. Makna filosofis
konde mengajarkan kepada kita untuk lerem
ati (bersabar). Sanggul, di sang-sang
supoyo unggul (menjadi orang yang unggul). Jarik, Ojo Serik (jangan sirik).
“Kan indah sekali makna filosofisnya,” tuturnya.
Begitupun dengan nama
Perempuan Berkebaya Jogja lebih memilih menggunakan Perempuan daripada Wanita.
Karena kata ‘wanita’ artinya wani ditata,
sedangkan kata ‘perempuan’ artinya orang yang empunya kehidupan (awal kehidupan). “Itu pulalah yang mendorong
kita ingin menjadi garda depan ketika perang budaya dari luar masuk. Karena
Kita semua, para perempuan sebagai penerus. Mau jadi apa Jogja dan Indonesia ke
depan, ada di pundak perempuan.” tutupnya
Elisa, Adhisti
Dipublikasi
di Tabloid BIAS | Eds 1| 2016
KPBJ : Jeritan Perempuan Mengembalikan Identitas
Reviewed by elisa
on
Thursday, August 18, 2016
Rating:
No comments: