Dibalik Rasa Kasihsayang
Pergilah rasa bersalahku. Aku sadar, aku tidak bisa menyalahkan oranglain
sebagai pembelaan atas rasa krisis pada diriku. Aku sadar, kesadaranku bahwa
orang lain tidak bersalah semakin memperosokan perasaanku semakin dalam.
Tolong, bantu aku membuang rasa bersalahku.
Bukan salah dia, atau salahnya. Bukan, ini masalahku. “Tuhan, kau tahu.
Ini sikap dan tingkahlakuku yang bersalah. Tuhan, aku sadari itu. Semakin aku
menyalahkan diriku. Semakin sedih diriku yang tidak mampu melawan egoku”
Selalu menangis. Antara menangisi diriku sendiri dan menangisi orang
lain. Ingin minta tolong, tapi tidak ada satupun yang bisa dimintai tolong,
selain diriku sendiri. Entah jiwaku yang mana, marah karena tidak dihargai,
terbuang dan tidak seharusnya jiwaku, entah yang mana dari sisiku, tidak
melakukan hal semacam itu.
Aku malu, sungguh malu. Semkin aku merasa bersalah diriku sendiri. Aku
tidak bisa menunjuk siapa yang salah, karena memang aku yang bersalah. Memang
lebih baik dibuang dan tidak direspons sekalian, sekalipun itu menyakitkan. Itu
memang baik. Memang, memang itu benar.
Aku ingin ada orang yang mengerti, tapi siapa lagi yang bisa mengerti.
Aku merasa bersalah dengan diriku dan pada orang lain. Seandainya aku tega
memotong tanganku, mungkin sudahku potong agar aku tidak berulah mengusik hidup
orang lain. Aku semakin menyalahkan diriku sendiri.
Aku merasa bersalah dengan cara dan egoku. Seandainya aku mampu menekan
off egoku, mungkin sudahku tekan off. Agar perasaanku tidak selalu hidup dan tumbuh.
Tolong, bantu aku keluar dari dari pengharapan kosong yang semakin membuatku
bersalah.
Aku tidak seperti apa yang tampak. Aku jauh berbeda dari apa yang tampak.
Aku ini bukan siapa-siapa yang sedang mencari siapa yang mampu menghentikan
rasa bersalahku. Aku tidak menyuruh orang bersedia membantuku, tapi sebenarnya
butuh bantuan. Aku hanya berusaha agar tidak terus merasa bersalah dan
menyalahkan diri sendiri. Aku selalu mencari alasan agar mampu menyalahkan
orang lain, agar aku tidak menyalahkan diriku sendiri.
Aku hanya butuh pembelaan. Aku sedang mencari jalan pintu keluar. Sosok
yang depresi dengan perasaan yang dipaksa agar tumpul dan mati. Menghilangkan
rasa bersalah, agar tidak terus menyalahkan diri sendiri. Orang yang tampak
baik pada orang, belum tentu baik pada diri sendiri. Berterusterang pada orang, belum tentu diri
sendiri mampu menerima kejujuran hati kecil.
Kejujuran hati kecil atas pengakuan perasaan, pada diri sendiri ditolak. Karena
faktor luar menolak. Menumpulkan perasaan yang tumbuh perlahan karena
kebiasaan, harus ditumpulkan berkali-kali agar tumbuhnya tidak menganggu orang
yang tidak berkenan. “Allah dzaat yang Maha Cinta. Ku dipertemukan dengan cinta
yang kembali mengabaikan rasa yang lahir dengan sederhana. Ku yakin, ini hanya
formula Tuhan menjadikanku sedemikian hancur. Setelah hancur, agar aku mampu
kembali lentur dan bisa dibentuk sesuai dengan miniatur yang diinginkanNYA”.
Berharap, tangisku ada sosok yang menyeka. Biarlah ditumpahkan semuanya
hingga habis. Aku tidak memintamu air mataku sebagai hal istimewa untukmu. Air
menyayangi air mata hatiku. Ku nikmati setiap tetes yang keluar dari hati.
Setidaknya, ketika perasaanku tak ada yang mengerti dan menghargai, setidaknya
diriku sendirillah yang menghargai setiap tetes yang keluar. Mataku tidak
menangis, suaraku tidak berbenyi, air mata hatiku tidak berbunyi dan menangis.
Ini, hanya cairan bening yang keluar tanpa diperintah oleh mata dan suara. Rasa
bersalah, sudilah engkah mengijinkanku menikmati cinta yang telah ada.
Dibalik Rasa Kasihsayang
Reviewed by elisa
on
Tuesday, April 21, 2015
Rating:
No comments: