Sekolah Alam
Pagiku berlari menyusur gang
kampung. Satu putaran, nampaknya cukup menarik perhatian keponakan paling
kecil. Jihan, adalah keponakan paling kecil. Akhirnya ia menawarkan diri ikut
berlari, tak tega hati melihat keponakan lelah berlari dengan jarak yang cukup
jauh, ku putuskan untuk mengajaknya jalan-jalan ke sawah.
Usia 4-5 tahun anak memiliki
kemampuan merekam pengalaman dengan sangat bagus. Di sisi lain, seorang anak
tidak akan bersedia di ceramahi berjam-jam dengan metode duduk di atas meja dan
bersikap tenang. Mengetahui hal inilah, kali ini kita akan belajar sambil
bermain. Kali ini penulis tidak menjadi bulik yang suka rebutan makanan, tetapi
juga menjadi bulik semi guru.
Memasuki parit kecil. Jihan
nampaknya mulai lihat berjalan di atas tanah setapak. Perkembangan motorik dan
kemampuan Jihan menyeimbangkan tubuh berkembang dengan cepat. Sekitar sebulan
yang lalu, ia masih jatuh berkali-kali.
Tak jauh berjalan memasuki
persawahan, di bagian kiri tertanam Jagung yang sedang berbunga. Matahari masih
hangat menyapa kulit, bau tanah selepas hujan tadi malam masih tercium segar.
Kaki kita basah oleh embun, sejuk dan begitu indah. Itulah yang penulis
rasakan. Berkelabetan suara lebah di telinga. Sebelum kutengoh. Lebah-lebah
cantik sedang berayun-ayun di bunga Jagung.
“Adik, ini namanya apa?”
“Apa?” tanya Jihan Antusias.
“Ini namanya lebah atau tawon”,
“Apa adik?”
“Lebah!”
“Horeeeee!!!” pekik penulis sambil
bertepuk tangan, sebelum akhirnya memberikan hadiah berupa pelukan kepada
keponakan. Keponakanpun kembali membalas pelukan, merangkulkan tangannya di
leherku.
“Oke! Kita jalan lagi!” seru
penulis
Berjalan diatas parit kecil. Nampak
gembira dan senang tentu saja. Di sawah yang letaknya tidak jauh dari rumah,
hanya 100 meter saja dari rumah bisa dijadikan kelas super besar, mewah dan
memiliki banyak materi yang tak terhingga. Bahkan jika ingin fokus dipelajari,
tak habis untuk dipelajari hingga tuntas hingga perguruan tinggi.
Jihan mulai belajar berbagai jenis
tanaman secara langsung. Bisa dilihat, disentuh. Bukan sekedar teori yang ada
di buku dan diberi buku.
“Lik.. lik.. lik.. iki lik!”, seru
Jihan sambil menuding salah satu bunga agar di foto penulis. Kebetulan hobi
penulis adalah memotret apapun yang dianggap menarik. Keponakan terbiasa dengan
aktifitas bulik motret di rumah, sehingga setiap melihat objek yang menurut
mereka menarik, mereka meminta untuk di foto. Itulah kehebatan anak-anak dalam
meniru sikap dan perilaku orang-orang terdekatnya.
Kami kembali berjalan setelah
berfoto-foto. Jalan-jalan pagi ini sengaja, selain otak masih fresh untuk
belajar, sinar matahari pagi hari memiliki vitamin D yang baik untuk tubuh
kita. Semua itu dipertimbangkan terlebih dahulu. Gelak tawa Jihan pecah ketika
terjatuh di sungai dangkal. Jihan tidak menangis, justru tertawa karena terlalu
girang.
“Stop dik!!” Seruku
“Lihat itu!. Itu adalah capung.
Capungnya punya warna apa itu dik?” tanya penulis
“Rah”, jawabnya,yang maksudnya
merah.
“Pintar!” kata bulik sambil memberi
hadiah kecupan di pipi kanan, sebelum akhirnya keponakan membalas satu kecupan
di pipi kiri penulis.
Berjalan lagi, keringat kami mulai
menetes. Kami menikmati kebersamaan ini.
“Stop!” perintahku
“Coba lihat dibalik rumput, ada
hewan unik” membungkukan badan, sambil menjulurkan telunjuk ke suatu arah hewan
itu berada. Keponakan nampak antusias dan serius mencari lokasi hewan itu
berada “Ini namanya hewan walang kadung.
Adik pernah lihat walang kadung seperti ini?” dia geleng-geleng kepala sambil
mengamati walang kadung.
“Lik.. lik.. lik. Kui??” sambil
menunjuk belalang sawah
“Kalo itu juga walang namannya. Tapi beda jenis. Yang walang kadung tubuhnya kecil
begini, dan walang itu (sambil nunjuk) lebih gede”
“Wuiiiiihh.. coba lihat dik, ada
hewan cantik lain dik. Ini namannya kepik!”
“Lik ithi? (nunjuk walang kadung)”
“Walang kadung”
“Ithi lik?” (nunjuk kepik)
“ini kepik”
“ikut lik?” (nunjuk walang sawah)
“itu juga walang”
Dengan singkat penulis pun kembali
yang bertanya “Yang kepik mana dik?” (keponakan menunjuk dengan benar). “Yang
walang sawah mana? Mana?” (ponakan nunjuk benar. “Yang terakhir ini namannya
apa??” tanyaku sambil nunjuk walang kadung “Lang Dung”, maksudnya walang
kadung.
Itulah sekilas perjalanan pagi ini.
Belajar tidak harus di dalam ruangan. Belajar tidak harus di meja formal.
Belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja dan dalam kondisi apa saja.
Bermain-main bukan berarti buang-buang waktu. Bermain bisa saja sambil belajar.
Sedangkan belajar tidak boleh sambil bermain.
Sekolah Alam
Reviewed by elisa
on
Tuesday, November 11, 2014
Rating:
No comments: