Merangkai Puzzle Kehidupan dan Cinta
Pertemuan dua Insan asing satu sama
lain. Bertemu dalam satu event amal di salah satu desa yang jauh dari kota.
Bertemulah Tifa dan Slamet. Mereka saling sapa sekadarnya. Keduanya tidak pernah
berniatan untuk mengenal lebih satu sama lain. tak ingin sama sekali. Sekedar
pertemuan itu saja, dan membiarkan seperti angin lalu. Memang tidak ada
kepentingan yang bakal mempertemukan mereka
***
Gaduh riuh teriakan teman-teman di
suatu ruang balai desa. Tim sebelah sudah bersiap dengan motor buntutnya. Yah,
inilah waktunya panitia kampung melakukan liburan bersama. Dengan gembira kami
meninggalkan kampung tempat kami dibesarkan. Kali ini aku berboncengan dengan
mbak popon, dan Tifa berboncengan mbak Zakiah, si mahasiswa yang KKN di kampung
kami.
Mendaki gunung lewati lembah,
sungai mengalir indah bersamudra, bersama teman berpetualang. Itulah sekiranya
yang kita dendangkan. Perjalanan hampir memakan satu jam lebih. Perjalanan yang
cukup jauh dan melelahkan bagi para wanita tentunya. sangat melelahkan, hingga
tiba akahirnya bertemulah di lokasi tujuan. Pantai ngobaran adalah tujuan
wisata kita.
Kami bergerombol, kebiasaan aneh
yang dilakukan Tifa, sering memisah dari gerombol sekedar melakukan kegiatan
aneh yang beda dari kami. Ia sibuk dengan kamera dan hobinya memotret. Jejeran
patung khas, disuguhi lautan yang membentang dan angin yang bergelayut tidak
membuat kami berpangku tangan. Kami segera mengambil gambar, tifalah juru
kameramennya. Ia terlalu obsesif dalam hal beginian.
Datanglah dua pemuda menggunakan
kaos dan celana oblong mendekati Tifa. “Mbak, kamu yang ikut baksos kemarin
kan?!” tanya salah satu pemuda. Tifa masih bergeming, tak mempedulikan, masa
bodoh, cuek dan tidak mengingatnya. Sebelum akhirnya pecahlah suara Tifa yang
heboh itu “Oh.. masnya yang kemarin itu ya. Maaf mas aku lupa!” segerombolan
sempat menarik perhatian. Sebelum akhirnya saling ngobrol sana dan sini.
Saling sapa dan saling hello. Saling
bertukar nomor dan sebelum pergi masing-masing seperti angin lalu. Baru diketahui,
ternyata dua pemuda itu bernama Herman si cerewet dan si Slamet si pendiam.
Pertemuan pertama dan kedua slamet lebih hemat berbicara. Entahlah apa yang
terjadi diantara mereka. Setelah itu memang mereka tidak pernah saling bertemu
lagi. Bahkan nomer yang disimpannya pun terkesan teronggokkan. Memang tidak ada
kepentingan menghubungi dua pemuda tersebut
***
Waktu berlalu, Tifa sibuk dengan
dengan pekerjaannya, ia juga sibuk dengan Tugas Akhir skripsinya. Tifa mengejar
3,5 masa studinya, wajar jika ia bersusah payah untuk mengejar target waktu
yang ditentukan. Meskipun akhirnya, hasilnya jatuh 4 tahun. Setidkanya Tifa
sudah berusaha menyelesaikannya dengan sekuat tenaga. Terlihat setiap tiga kali
dalam satu minggu ia mencari referensi di perpustakaan di UGM bersama kedua
sahabatnya.
Angin berlalu, entah apa dan alasan
apa Tifa bertemu Slamet di perpustakaan sore itu. Ah, saya kira pertemuan itu
bukan karena kebetulan. Tapi karena faktor kesengajaan mereka berdua. Ah, entah
apa yang mereka bicarakan.
Pertemuan yang kaku, pertemuan
ketiga kalinya yang tak bercerita namun berkesan. Hal aneh sebelum pertemuan
sore itu terjadi, Tifa nampak gusar di ruang perpus. Kelihatan merah wajahnya,
berkeringat dan kedua tangan dan bisa dibilang seluruh tubuhnya gusar. Aku
tidak mengerti awalnya. Ku kira ia hanya menahan buang air kecil atau karena
kedinginan AC, setahuku Tifa tidak kuat dengan suhu terlalu dingin.
Pertemuan itu memang tidak banyak
terlibat percakapan. Namun ada yang aneh dan berbeda dari mereka. Mereka tidak
menyadari keanehan itu. Namun aku melihat keanehan itu sejak pertamakali. Sejak
aku diperkenalkan Tifa dengan Slamet. Sebelum akhirnya aku membiarkan mereka
berdua. Keanehanpun terlihat ketika Tifa tidak banyak omong ketika saat
bersamaku dan teman-teman. Hanya pada orang-orang tertentu saja yang membuat
Tifa tidak banyak bicara, pertama hanya kepada keluarga dan kepada orang yang
dicintai dan dia merasa nyaman. Dia akan lebih banyak diam.
***
Kebahagiaan terpancar dari Tifa. Beberapa
kali Tifa memang pernah mengalami kegagalan dalam urusan cinta. Mulai yang
berat dan berat sekali. Nampaknya kesedihan yang selalu ditutupi ketika bersama
kami, dan berpura-pura bahagia kini lenyap. Memang sering melihatnya bahagia,
namun tak sebahagia seperti saat ini. Saat ada seseorang yang menyatakan hati kepadannya.
Pertamakalinya Tifa merasakan cinta tanpa modus dan tulus. Wajah berseri dan
kebahagiaan dari dalam diri tidak bisa dibohongi. Kami melihat rona bahagia
itu.
Saat kita berjalan, dia tidak
jomblo lagi. Biasannya, tifalah yang paling setia dengan kejombloannya. Sebelum
akhirnya roda semburat rembulan yang merona itu meredup. Kembali kandas lagi
kisah romansanya. Tapi kami selalu percaya, ia kuat. Meski jatuh dan terpuruk
jelas kami rasakan. Sabagai sahabatnya yang paling dekat dan mengetahui
kisahnya, ikut remuklah hati kami. Turut menangislah bersamanya.
Setidaknya, satu hal yang Tifa
tangkap dan sangat di syukurinya “Aku baru saja merasakan bahagia yang
benar-benar bahagia. Setelah beberapakali dan bertahun-tahun menyembuhkan luka.
Sebelum akhirnya kembali merasakan luka. Tapi aku habis saja merasakan bahagia”,
paparnya. Sebelum akhirnya kami memeluk eratnya.
***
Waktu terus berlalu, sedih, senang,
bahagia dan derita akan terus berjalan. Tifa masih sibuk dengan kegiatannya. Ia
juga masih menjalin komunikasi dengan Slamet, si Pemuda pendiam yang sabar
hatinya. Detik demi detik berjalan. Singkat waktu, jatuhlah Tifa di hati
Slamet. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan saling bercerita, bercanda dan
saling tertawa satu sama lain. Mereka lakukan itu bersama. Ya bersama.
Tak ada yang bisa mengendalikan
hati siapapun kecuali dirinya sendiri dan atas kehendak Tuhannya. Hingga tiba
akhirnya Tifa mengungkapkan perasaannya kepada Slamet. Ah, itu detik-detik yang
menegangkan dan membuat nyaris mati bunuh diri ketika mendengar balasannya. Perhubungan
panjang yang berakhir yang sedikit memilukan bagi Tifa.
Beberapa bulan Tifa menerima
menjalani hubungan Friendzone. Awalnya membiarkan hubungan mereka seperti itu.
Nampaknya sebagai sahabatnya, cukup gerah dengan perhubungan mereka. Meskipun
sebenarnya sebagai teman tidak memiliki hak ikut campur terhadap kehidupan
mereka. Bisa dibilang orang yang keras kepala teman satu ini. Sangat keras
kepala. Bisa dibilang bocah yang bodoh dalam urusan cinta. Kita mengenal betul,
ia tipe yang selalu total jika sudah menyukai sesuatu. Termasuk dalam urusan
perasaan. Saking totalnya, tidak pernah berfikir harga dirinya sebagai wanita.
Atau apalah itu namannya.
Sisi lain sangat terharu dengan
kebaikan hatinya. Lagi-lagi, entah terlalu baik atau terlalu bodoh, kami tidak
yakin itu. Jika boleh mengandaikan diriku sebagai laki-laki, maka akulah orang
yang paling berbahagia dicintai oleh wanita seperti Tifa. Cinta tak bersyarat,
tidak neko-neko, apa adannya, tulus,
tidak banyak menuntut yang membuat semua laki-laki pusing. Sayangnya itu tak
pernah terjadi, karena aku sendiri seorang perempuan.
Mungkin kisah Tifa dan Slamet penuh
dengan kisah sedih dan senang. Terlihat setiap gerak-geriknya yang kadang rona
berbahagia kadang pucat pasi seperti mayat hidup. Satu hal yang aku tahu,
sesuatu yang paling membahagiakan baginya adalah menemukan orang yang mencintai
dirinya dan dirinya mencintainya. Itu kebahagiaan terbesar yang selama ini aku
tangkap.
Seperti ketika berjalan di mall
atau jalan-jalan kemana saja, melihat pasangan melintas didepan kita. Ia selalu
bergumum “Tidak perlu bersikap mesrah, aku tahu dia mencintaiku pun sudah cukup
bahagia. Memang aku tidak pernah berharap, tapi tidak bisa munafik dalam hati
kecilku aku masih mengemis pada Tuhan agar Tuhan melimpahkan banyak harapan
padaku”, kita berdua hanya menatap sambil berkaca-kaca. Sebelumnya akhirnya ia
menenangkan kita berdua “Tapi aku sangat bahagia dengan friendzonan ini. Aku
sangat bersyukur. Dekat dengannya saja aku sudah sangat bahagia dan bersyukur”,
tambahnya sebelum akhirnya kita berdua kembali bisa tersenyum.
Meskipun dia beberapakali kita dapati
tengah bersedih, satu hal yang pasti. Tifa sangat menyayangi Slamet lebih dari
apapun. Tak ada lelaki yang lebih baik selama ini. Pernah suatu ketika saat aku
tak di Jogja lagi, terkahir ia bercerita, ia masih menyayanginya. Ia sedih
karena moodnya sebagai wanita yang memang naik turun turut mempengaruhi Slamet.
Membuat Slamet sedih. Keinginan Tifa agar Slamet bisa bahagia. Ah, entahlah
akhir cerita mereka. Tak ada satupun orang yang tahu akhir kisah. Karena
sutradara terhebat sesungguhnya adalah Tuhan, yang memiliki hak untuk merubah
jalan cerita atau membiarkan seperti alur pertama kali dibuat.
Merangkai Puzzle Kehidupan dan Cinta
Reviewed by elisa
on
Friday, November 14, 2014
Rating:
No comments: