mengembalikan keindahan itu bukan "Aku" atau "kamu" tapi "kita"
Pertengkaran atau perselisihan itu pasti ada. Merasa ada yang aneh dengan
teman bermain kita? Atau ada perubahan sikap sahabat kita yang dulu bersahabat
menjadi tidak bersahabat? Mungkin dia seperti itu juga bukan kemauannya,
melainkan karena kondisi. Suatu permasalahan itu terjadi karena sebab akibat,
dan pihak satu dan yang lainnya adalah penyebabnya yang berdampak pada kedauanya.
Dalam satu rumah saja sering terjadi perbedaan pendapat, adu argumen maupun
masalah yang lain. Apalagi dengan teman yang bukan bagian saudara kandung. Kemungkinan
“gagal sepandangan” lebih besar. Disebabkan oleh minimnya pertemuan, jika
dibandingkan lebih sering bertemu keluarga dibandingkan bertemu teman. Tinggal
satu rumah saja juga masih menciptakan masalah, apalagi yang pisah rumah,
pisahkan jarak kiloan meter lagi.
Sebuah pertemanan akan “langgeng” atau tidaknya tergantung dari kita dan
teman kita dalam mempertahankan. Mungkin status berteman, tetapi hati saling
bertolak. Sebagai salah satu contoh saja, saya mempunyai teman redaksi. Awalnya
biasa saja. Tugas pertama mendapatkan jatah liputan, hak yang harusnya
diselesaikan oleh teman saya, si Sulis tidak dijalankan. Sehingga ketika
deadline mendekat, maka teman yang lain yang harus membikeup rubrik yang
kosong. Satu, dua dan tiga kali masih bisa dimaafkan. Lebih dari tiga kali
diulang-ulang terus, hanya “iya- iya” tapi hasilnya sama saja, salahkah jika
ada rasa “sebel”? jika manusia biasa pasti ada rasa sebel. Kecuali Anda manusia
super, saya acungi jempol bisa sesabar itu. Apakah rasa sebal itu harus
diungkapkan kepada orangnya? Mungkin Anda tidak, tapi jika iya buatku.
Bukan berarti karena kasus tersebut terus bermusuhan, bukan!. Tetapi lebih
yang memberikan “space” agar tidak terlalu terlibat banyak yang menyangkut
pekerjaan bersama si Sulis ini. sikap seperti ini karena sudah tidak sabar
dengan tingkahnya. Sedangkan Sulis juga merasakan ketidaknyamanan ketika
berdekatan denganku. Kemudian inilah yang menjadi masalah, salah satu dari kita
enggan untuk mendekat dan mengalah satu sama lain. Pihak saya berfikiran “Kenapa
saya harus mengalah terus”, pihak Sulis berfikiran “Kenapa aku yang harus
mengalah, dia yang memulai duluan”. Kembali lagi ke cerita awal, mereka saling
menuding dia “biang keroknya”, sama-sama saling menuding. Disisi lain itu semua
karena disebabkan oleh saya dan teman saya, sebenarnya dua-duanyalah yang
memulainya.
Jalan keluarnya selalu dengan komunikasi. Tunggu dulu, ketika
berkomunikasi, masih saja ada kesalahan. Perhatikan kita dalam berkomunikasi,
gaya kita berkomunikasi, model pertanyaan yang akan ditembakkan. Bisa jadi
pertanyaan itu justru semakin memberikan jarak pertemanan. Atau ketika
berkomunikasi, kita terlihat mengurui atau lain sebagainya. Bisa juga jarak
pertemanan semakin jauh bukan jenis komunikasi tanya yang dilontarkan, tetapi
dari cara menjawabnya. Kita tidak akan pernah tahu hati seseorang itu seperti
apa. Bisa jadi orang yang haha dan hihi yang terlihat begitu sensitif dan
melankolis dalamnya. Atau orang yang kalem, tidak banyak omong bisa saja bukan tipe
melankolis, tetapi rasionalis. Kita harus memperhatikan itu juga.
Kerenganan dalam pertemanan bisa juga disebabkan karena ketidaksamaan
cara berfikir. Satu kepala memiliki satu tujuan, dua kepala berarti memiliki
dua tujuan. Bisakah dua kepala satu tujuan?? Tentu saja. Itu tergantung diri
kita masing-masing untuk menyatukannya. Mungkin aku menginginkan makan es krim,
Sulis tidak begitu suka dengan es krim. Sulis menyukai kelapa muda, sedangkan
saya tidak menyukai kelapa muda. Mereka berdua sebenarnya sudah sama-sama tahu
kesukaan mereka masing-masing, tetapi mereka tidak pernah duduk bersama
membicarakan minuman yang akan dibelinya dalam satu kesempatan. bahasa jawanya “bludas
bludus” semaunya. Sulis menganggap saya sudah tahu dan menuruti kemauannya
membeli kelapa muda saja. Begitupun aku, juga menggaggap sebenarnya Sulis tahu
apa yang sebenarnya yangku inginkan. Tetapi mereka tidak mengkomunikasikannya.
Keduanya sama-sama saling berfikiran seperti ini “Loh, bagaimana aku
harus beli kelapa muda/es krim jika ia tidak pernah mengatakannya langsung. Mana
aku tahu jika sebenarnya ingin kelapa muda/es krim?, jangan-jangan jika aku
menerutinya itu hanya keGRanku saja dan ternyata salah?”, nah loh jika seperti
ini bagaimana?. Sebuah kerenganan itu akan semakin renggang jika salah satu
atau salah dua tidak ada rasa saling mengalah satu sama lain. Pernah melihat air
kelapa dan kelapa yang belum diolah menghasilkan minyak bukan? Awalnya mereka
satu. Satu kesatuan antara air, minyak dan buah kelapanya menyatu. Ketika ingin
dibuat minyak, maka buah kelapa dibelah, dan dipisahkan antara buah, air dan “bathok”nya.
Mereka bercerai berai. Meskipun sudah dipisahkan, mereka masih enak dinikmati
bersama-sama (buah kelapa, air dan kandungan minyak di dalmnya), apalagi
dicampur gula. Kemudian, kelapa ini benar-benar tidak dapat disatukan ketika
kelapa dibuat menghasilkan minyak untuk mengoreng. Maka air kelapa dan minyak sulit
disatukan. Meskipun awalnya berasal dari tempat yang sama. Mau dibawa kemana
pertemanan ini? sampai disini sebatas aku kenal kamu dan kamu kenal aku, dan
tidak ada keakraban lagi? Atau bagaimana? Semua tergantung dari ego kita
masing-masing. Jika ego masing-masing sama-sama keras kepala, ya mari kita
bertanya pada rumput yang sudah dibabat tukang kebun. Jangan saling menyakiti
diri sendiri, yang bisa mengembalikan masa indah dulu itu bukan “aku” atau “kamu” tetapi "kita",
untuk menuju ke“kita” yang diawali “ayo maumu gimana? Dan mauku gimana” dan mari jalan lewat jalan tengah berdua!.
mengembalikan keindahan itu bukan "Aku" atau "kamu" tapi "kita"
Reviewed by elisa
on
Monday, July 21, 2014
Rating:
No comments: