Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina Bukan Tuntutlah IJASAH Sampai Ke Negeri Cina
Jika tujuan awal adalah Ijasah, ketika ada permasalahan seperti ini
(permasalahan negara, sosial, dan konfromnitas) yang digunakan ya hanya
gelarnya. Dengan gelarnya, ngomong "bla bla bla" asal gelar kelihatan
mentereng dan orang bodoh saja yang akan termanggut-mangut
mendengarkannya. Nampaknya aku juga
salah satu orang yang bodoh yang mudah percaya apa yang dikatakan karena
gelarnya itu.
Jika tujuan awal adalah gelar, ketika ada permasalahan seperti ini,
mereka mengandalkan gelar besarnya bukan untuk menyatukan umat-umatnya, tetapi
untuk menguatkan pendapat subjektifnya. Ilmunya digunakan sebagai pembenaran
dan mekanisme pertahanan diri. Atau seperti aku, agar dianggap sebagai orang
berintelektual dan gemar membaca, ikut hinggar binggar, ikut berdendang makian,
bermandikan racun dari segala penjuru dan dari berbagai cara lewat jejaring
maupun lewat non jejaring. Padahal dibalik itu, ada banyak hal yang tidak diketahui.
Nyebar ini itu bak nyebar angket penelitian skripsi penuh semangat, padahal
dibalik itu, bisa jadi pemilik angket memihak salah satu atau salah dua, bisa
jadi penulisnya yang tidak tahu dan menyebbkan terjadi kesalahan dalam
penulisan. Mungkin hanya aku saja yang bodoh, mudah keblinger dan mudah puas
hanya mencari kepuasan dan butuh pengakuan. Ah mungkin aku yang bodoh, tetap
meneruskan aksi dengan ke-PD-an super tetap memaki dan tetap sak klek dengan
pendapat diri sendiri yang aku rasa sudah benar.
Nampaknya aku juga pengembira kebodohan, memanfaatkan mencari ijazah untuk
pendongkrak status sosial, untuk cari reputasi, dan untuk pencitraan saat
diundang dalam suatu acara bisa memamerkan gelar. Atau untuk mengantisipasi
kelak jadi menteri atau bisa jadi mencalonkan jadi capres atau jadi anggota
dewan, gelar menentukan pilihan rakyat. Bisa-bisa jurusan pun bisa menentukan
keberpihakan rakyat untuk CONTRENG MONYONGKU dengan PD super duper dan lenggang
kangku. Yah, mungkin aku yang terlalu kolot mematokkan pada gelar dan
berfikiran seperti ini.
Mungkin aku yang bodoh dan kolot, menempatkan gelar lebih tinggi. Padahal
dalam proses pencarian gelar, di kelas sering tidur, sering nyontek saat ujian,
sering bolos dan sering ngobrol sendiri, sering ngrayap ngelihatin gadget saat
pelajaran update status atau ngetwitter. Selama proses pendapatan ijazah yang
didapat bukan ilmu, tetapi komen di jejaring sosial atau habis ngimpi salaman
sama kecoak berkepala manusia. Tapi kenapa sampai saat ini gelar tetap menjadi
bidikan dalam penembakan masa depan, atau nyarisnya sebagai bidikan mencari
menantu.
Itu sebabnya ada pepatah “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, bukan “Tuntutlah
IJASAH sampai ke negeri Cina”. Karena Ijazah lebih rendah kedudukannya
dibandingkan kedudukan “ilmu” sendiri. So, cuap-cuap dleming wayah bengi-bengi
begini saya cukupkan sekian. Kita sambung dengan tema yang lain
Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina Bukan Tuntutlah IJASAH Sampai Ke Negeri Cina
Reviewed by elisa
on
Monday, June 02, 2014
Rating:
No comments: