Kesalahan Berfikir : Pengalaman Tidak Menjamin Kita Benar
“Sesungguhnya
di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca al-Kitab
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari al-Kitab, padahal ia
bukan dari al-Kitab; dan mereka mengatakan, “Ia (yang dibaca itu datang) dari
sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah,
sedangkan mereka mengetahu” (Ali Imran : 78).
Dari
surat di atas masihkah kita merasa diri kita yang paling benar? padahal tidak
ada kebenaran mutlak (selama kebenaran itu diciptakan dan diadakan-adakan oleh
manusia). Kebenaran yang mutlak hanya pada Allah. Pernah suatu ketika, ada
seorang mahasiswa mengikuti suatu kegiatan. Dalam suatu organisasi pasti ada
hak dan prioritas bagi beberapa orang yang secara gelar, pengalaman jauh lebih
banyak. Banyak orang yang merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar, bahwa
apa yang didapatkan selama ini adalah kebenaran.
Sebelum
masuk di Psikologi, aku tidak bisa menjawab dan menerangkan ayat di atas dan
masih bertanya-tanya maksudnya. Setiap pengajian pun nyaris jarang yang
mengulasnya, karena memang yang dipelajari bukan tafsir Al-Quran. Di dalam
pelajaran psikologi ada yang namanya istilah “persepsi” dan “apersepsi”. Inilah
cikal bakal “mindset” seseorang akan terbentuk. Orang yang melakukan cara yang
salah bisa dianggapnya cara yang benar. Mudahnya, membenarkan sesuatu yang
awalnya salah karena terjadi persepsi dan apersepsi.
Persepsi
menurut wikipedi adalah suatu proses dimana seseorang mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka yang TIDAK BERDASARKAN
KENYATAAN. Menurut Walgito, Persepsi adalah proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri individu. Apersepsi adalah, seseorang yang memberikan tekanan
terhadap benda atau objek (apapun itu) secara lebih mendalam.
Contoh
apersepsi : Seorang teman kita menunjukkan dua benda, tangan kanannya
menunjukkan spidol, tangan kirinya menunjukkan penghapus papan tulis (posisikan
kita di sebuah forum kelas). Anggap saja teman kita menunjuk teman kita yang
bernama si A. si A di tanya “Apa fungsi dari spidol?”. Si A bisa dan boleh saja
menjawab seperti ini “Fungsi spidol adalah digunakan oleh guru untuk melempar
kepada siswanya yang tidur dikelas,” inilah yang disebut apersepsi. Si A
memiliki definisi lain dari spidol, selain sebagai untuk menulis, spidol juga
digunakan untuk membangunkan siswa yang tertidur di kelas.
Contoh
kedua : Ada satu perempuan, sebut saja perempuan itu si B dan ketiga laki-laki.
tiga laki-laki itu sebut saja namanya si C, D dan E. Si B adalah seorang
perempuan yang memiliki kepercayaan diri yang kurang. Ia telah melakukan
bloking mental pada dirinya dan telah meng-apersepsikan dirinya sebagai
perempuan yang tidak cantik, tidak menarik dan tidak banyak laki-laki yang
meliriknya. Ia awalnya sangat minder. Kemudian dilakukanlah sebuah eksperimen. Ketiga
laki-laki ini disuruh untuk mendekati si B. Setiap hari si B di apelli, selalu
di sms, selalu di rayu. Ketiga laki-laki itu selalu mengombal ke perempuan ini
dengan gombalan “kamu cantik”, “Kamu menarik” dsb. Seiring berjalannya waktu,
ternyata rasa percaya diri si perempuan tersebut kembali muncul. Perempuan itu
lebih berani tampil menarik, berani berdandan dan lebih percaya diri. Dari
hasil eksperimen inilah, si B lebih percaya diri karena setiap hari dan karena
banyak orang (karena lebih dari 1 orang jadi banyak orang) selalu memujinya
seperti itu, ia pun menjadi LEBIH PERCAYA bahwa apa yang diucapkan ketiga
laki-laki itu memang benar bahwa dirinya “cantik” dan “menarik”. Hal ini
terjadi karena pengaruh dari apersepsi!.
Lalu
apa hubungannya dengan kedua contoh ini dengan paragraf di atas? Tentu saja
ada. Seseorang akan merasakan dirinya benar ketika selama perjalanannya sering
bertemu informan yang sekubu/sependapat dengan pendapatnya. Sehingga apa yang
dipendapatkan yang awalnya salah/atau antara salah atau benar akan menjadi
benar. Di ayat Al Quran juga ada yang menerangkan yang intinya kebenaran dan
kesalahan itu memiliki perbedaan yang tipis. Karena Setan lebih pandai
menipudaya manusia agar mengikuti kesesatannya, garis besarnya itu (surat dan
ayat apa aku lupa).
Manusia
lebih sering melakukan pemikiran magis (Magical
Thinking). Pemikiran magis adalah pemikiran yang menimbulkan asumsi yang
tidak berpegang pada rasionalitas namun terasa kuat pengaruhnya. Pemikiran magis
akan tercipta apabila terjadi saling mempengaruhi, disebut law of contagion dan karena adannya hukum kesamaan (law of similarity) (Baron & Bynre, )
Inilah
sekilas analogi kesalahan dalam berfikir, bisa digunakan sebagai jawaban atas
pertanyaan tentang kenapa ada beberapa orang yang percaya diri dengan kesalahan
pemahaman yang mereka lakukan. Kebenaran
Yang Mutlak Hanya Dari Allah, Manusia Tidak Memiliki Kebenaran Yang Mutlak. Jika
ada tambahan, kritik dan saran silahkan. Karena belum tentu ilmu yang aku
dapatkan ini juga benar 100%
“….
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebagian ayat-ayat yang mustasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan
untuk mencari-cari taqwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang memahami ilmuNYA berkata “Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mustasyabihat, semuanya itu darisisi Tuhan kami”, dan
tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal
(Ali Imron : 7)
Daftar
Pustaka :
Al-Quran
Surah Ali Imron
Baron,
A. R & Byrne, D.(2004). Psikologi sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga
Pengertian
Persepsi : http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi
Kesalahan Berfikir : Pengalaman Tidak Menjamin Kita Benar
Reviewed by elisa
on
Saturday, May 03, 2014
Rating:
No comments: