OBOR DAN HUJAN
Aku pernah melewati jalan setapak ini.
Remang-remang, hanya sinar rembulan, sinarnya tidak sampai ke bumi. Karena tertutup
oleh mendung. Aku harus segera sampai desa sebrang, ada Ayah yang menungguku di
sana. Dia membutuhkan obor yangku bawakan ini.
Membawa bekal seadannya, ku bawa obor
pesanan Ayah. Aku mengendap-endap jalanan, meskipun aku membawa obor, jalanan
terlihat silau. Langkahku sempat terhenti sejenak. Terhenti karena gerimis
turun, semakin lama semakin lebat. Padahal obor ini harus segera diantar ke
temat Ayah. Tadi ibu sempat berpesan, “Apapun yang terjadi, obor ini harus
sampai ditangan Ayah tetap menyala,” pesan ibu nampaknya membuatku terhenti,
berfikir ulang. Tidak mungkin aku menembus hujan, sekalipun aku menembus hujan,
obor akan mati ditengah jalan.
Aku sempat berhenti beberapa saat,
menanti hujan reda dan segera aku berlari mengantarkan obor kepada Ayah. “Jangan
terlalu lama, ayah menunggumu,”. Hujan terus turun tak henti, halilintar
sesekali menyambar, aku masih berfikir, aku gundah dengan pesan ibu dan
memikirkan kondisi ayah di sana yang ketakutan dengan gelap.
Aku tidak boleh diam menanti hujan
reda, karena hujan ini tidak tahu akan berhenti kapan. Jika aku menerjang hujan
dan tetap berlari, obor akan mati sepanjang perjalanan. Hujan akan memadamkan
bara api obor. Sedangkan ibu berpesan agar obor jangan sampai padam. Ketika aku
menunggu hujan reda, aku bisa membayangkan ayah di sana ketakutan, dan aku
tidak mungkin membiarkan ayah ketakutan sendirian di sana. Lagi-lagi aku
memikirkan orang-orang yang aku sayang.
Yang perlu aku lakukan hanya “keputusan”,
keputusan untuk menerjang hujan deras, dan tidak mempedulikan yang lain, terpenting
aku berlari meninggalkan gubuk tempatku berteduh ini?. Aku harus berlari
meninggalkan gubuk yang nyaman ini, resiko yang akan dapatkan jelas lebih
besar, obor mati di tengah jalan, terpeleset karena jalanan licin, tidak
melihat jalan yang setapak ini. Aku harus siap berlari meninggalkan tempat ini,
tidak mempedulikan pesan Ibu. Yang perlu aku lakukan hanya keberanian menjemput
resiko di depan sana, mengesampingkan dan membawa sakit (Jika jatuh terpeleset
di jalan terjadi) dan berusaha menjadi seorang pemberani ditengah kegelapan. Itu
yang harus aku lakukan demi Ayah yang ketakutan disana.
Aku pun berlari, dan ketakutan itu
benar terjadi. Lebih jelas, setelah itu akan mendapatkan rasa puas, sakit
selama perjalanan akan terhapus menjadi senyuman kebahagiaan, karena aku
menemukan Ayahku baik-baik saja. Kabar buruknya, bisa saja aku mati ditengah
perjalanan karena terpeleset dan terjatuh ke jurang paling dalam. Yang jelas,
hanya ada optimisme yang tersisa, berani mengambil keputusan atau tidak
mengambil keputusan, tetap ada dua jalan keluar yang positif dan negatif.
Perang hati itu hal yang wajar, hasilnya tetap sama RESIKO.
OBOR DAN HUJAN
Reviewed by elisa
on
Monday, February 03, 2014
Rating:
No comments: