Nikahi Aku Dengan Cinta
Foto : Elisa |
Cinta tidak akan pernah
habis untuk dibicarakan. Kali ini akan membahas tentang menikah. Banyak pula
yang salah mengartikan sebuah pernikahan.
Aku kembali merenungi
sebuah arti kata “menikah”. Ketika aku melihat sepasang suami istri yang slaing
mencintai, aduhai indahnya hidup mereka. Buka pintu lain, ku dapati sepasang
suami istri yang hambar. Tidak ada keindahan sama sekali di dalam rumah tangga
mereka. Lebih tepatnya seperti orang asing yang tinggal dalam satu rumah.
Usia pernikahannya sudah 5
tahun. Mereka hidup di atas ranjang, satu atap dan setiap pagi bertatap muka. Mereka
bertemu ketika larut malam sampai pagi, hampir setengah hari lebih mereka hidup
dengan dunia luar masing-masing. Perilaku dan sikapnya seperti air putih,
tawar. Mencobaku ikuti suami dari jarak kejauhan, ketika berpisah dengan sang
istri ia ibarat kumbang yang tengah bergelora. Bukan, bukan maksud untuk
menjelek-jelekkan. Hanya ingin berbagi, sekedar berbagi.
Mencoba mencari tahu,
pernikahan mereka terjadi karena batas usia masing-masing yang sudah batas
akhir. Pertemuan mereka dijodohkan, tidak lama setelah dijodohkan mereka pun
menikah hingga lima tahun lamanya. “tresno jalaran soko kulino” itulah yang
mencoba ingin diterapkan. Meskipun demikian, rasa itu tidak pernah berbohong. Lebih
tepatnya pernikahan sebagai komitmen untuk tidak mengkhianati, secara fisik
kasat mata memang tidak, tetapi secara tidak langsung hati masih milik orang
lain. Salah satu hati rumahtangga mereka masih untuk orang lain.
Tresno jalaran seko kulino
ada yang terjadi demikian. Itu hanya 4 : 10. Menjadi pertanyaannya, apakah kita
masuk yang ke-4 atau yang ke-10. Hidup bukan permainan dadu yang asal ambil
atau pilih, memasrahkan hidup kepada keberuntungan. Apapun pilihannya tetaplah
disebut keputusan, tetapi bukan yang seperti itu keputusan yang harus diambil.
Kasus yang membuat
menggelitik lagi, ketika ada sosok suami muda yang masih meneror dan menembakki
pesan singkat kepada mantannya. Saat itu sudah menikah dengan wanita yang sudah
dipacarinya selama 3,5 tahun. Memutuskan menikah karena tidak tega memutus dan
melihatnya menangis, saat itu rasa mulai memudar dan tumbuhlah bunga mawar yang
lebih besar pada sosok Hawa lain. Cinta bukan seperti itu kawan!. Cinta itu
keputusan, keputusan untuk kebahagiaanmu, bukan karena kasihan. Menikah bukan
sekedar menikah.
Menikah bukan sebagai
modus niat-niat yang lain. Jika kamu memilih jalan lurus, kenyataannya jalan
yang kamu tempuh tetap berkelok. Kenapa masih tetap kekeh dengan jalan yang
berkelok, tidakkah takut dalam kenyataannya hidup kita jauh lebih menikung.
Jika kita diberi dua
pilihan bahagia atau sedih, kenapa kita memilih untuk sedih. Bukankah itu pilihan
yang mengkhianati diri sendiri? Salah satu cara untuk tidak bersedih adalah,
jangan memaksanakan diri dengan pilihan yang bukan pilihan kita. Kita memiliki
hak untuk memilih dan hak untuk bahagia. Bukan persoalan kamu merasa jahat atau
berdosa akan menyakiti pihak lain. ketika kita mengambil keputusan bahagia, dan
ternyata menyakiti pihak lain itu lumrah. Tuhan juga sering memperlakukan kita
dengan cara yang menyakitkan terlebih dahulu sebelum diberikan yang
membahagiakan.
Begitupun dengan jodoh,
jodoh sudah di tuliskan di lauhuful mahfudz di sana. Ketika di SANA sudah
dicatatkan kita menikah, mati, rejeki sudah ditetapkan pada tanggal “sekian”
sekuat apapun kita ingin merubahnya, tetaplah pada tanggal “sekian” yang sudah
dicatatkan di sana.
So! Nikahilah orang yang
kamu cintai jika kamu sungguh-sungguh mencintai. Nikahailah dia dengan cinta
dan komitmet. Bahagia itu bisa diciptakan, tetapi tidak bisa memaksakan hati
kecil. Logika jalan keluar yang menguntungkan, tetapi adakalanya logika itu
sedikit diturunkan.
Nikahi Aku Dengan Cinta
Reviewed by elisa
on
Tuesday, December 24, 2013
Rating:
No comments: