Mbok Wiji
Foto : Istimewa |
Atar
masih tersungut-sungut di depan pintu, wajahnya merah padam, giginya beremlutuk
tak karuan. Suaranya tidak begitu jelas di dengar. Di dalam rumah terdengar
suara tangis yang tertahan. Bibirnya ditutup dengan tangan kanannya, tubuhnya
tersungkur lemas dan lunglai tidak berdaya. Mata yang sayu sarat kelelahan
lagi-lagi harus mengeluarkan air mata. Mbok Wiji itulah nama wanita kepala
enam ini.
Mbok
Wiji berusaha bangun dari duduknya dengan tertatih dan sempoyongan, jarik lurik kumal
kesayangannya masih dikenakan. Kulit tangannya tampak keriput, dahinya juga
semakin mengkerut. Jika di perhatikan lagi secara fisik gerak
motorik mbok Wiji sedikit terganggu, hal ini terlihat setiap kali Mbok Wiji memegang
secangkir gelas yang diminumnya bergetar (tremor). Atar sengaja mengambilkan air putih hangat
dari dalam dapur. Isak Mbok Wiji masih belum berhenti benar.
“Mbok
sabar ya mbok” bisik Atar yang duduk disampingnya
Mbok
Wiji menganggukkan kepala kecil, mata yang sayu sitip tertutup keriput itu
menatap Atar penuh makna.
“Iya
Nggerrrr… nggerrrr…” balas Mbok Wiji sambil menepuk punggung atar, suaranya
parau, namun penuh kekuatan.
***
Aep
kembali lagi ke gubuk tua dan renta. Badannya penuh dengan tato, telinga kanan
dan kiri penuh dengan anting-anting. Semakin hari perilakunya semakin liar.
Menggunakan motor rampokan Aep kembali mengedor pintu dengan kencang.
“Mbok!!!!”
teriaknya sambil membuka pintu secara paksa
Mbok
Wiji berjalan tertatih menuju pintu ingin membukakannya
“Putraku”
suaranya lirih nyaris tak terdengar, burat wajahnya senang sekali setelah
sekian lama tidak pernah pulang.
Mbok
Wiji membukakan pintu.
Aep
masuk tanpa permisi
“Mbok
minta uang satu juta!”
“Simbok
tidak punya sebanyak itu ngger”
Aep
kembali mengobrak abrik seisi rumah. Tidak hanya itu, peralatan makan juga
dijadikan pelampiasan kemarahannya.
“Prang!!!”
piring dan gelas terbang menungkik, jatuh di tanah yang tak berubin itu.
Mbok
Wiji yang ada di depan pintu berusaha mendekati dan ingin menangkan putra
semata wayangnya tersebut. Kaki Mbok Wiji tercekat tak mampu lagi melangkah,
hanya mampu berdiri terdiam menyaksikan kemarahannya. Air matannya kembali
mengembang, sebelum akhirnya tumpah ruahlah. Kali ini Mbok wiji tidak lagi
melakukan perlawanan seperti tempo hari. berkat perlawanan yang dilakukan
justru membuat Aep semakin menjadi-jadi.
Atar
kembali datang menghampiri gubuk yang penuh dengan suara keributan. Atar
berdiri di depan pintu, tubuhnya yang tinggi gagah itu berdiri di depan pintu,
sengaja mendiamkan sebelum kemarahannya meledak.
“Hoi!
Kapan kamu datang ke rumah ini lagi? Masih belum kapok? Belum sadar kamu?.
Lihat ibumu yang lumpuh kaki kirinya akibat ulahmu! Masih tidak sadar pula
kamu!” teriak Atar!
Aep
yang kesetanan berhenti mengobrak-abrik seisi rumah. Terdiam. Menengoklah Aep
kea rah Atar. Wajahnya semakin merah, telinganya yang penuh dengan tindik itu
juga merah padam. Nampaknya kali ini Aep benar-benar dibuat marah lagi oleh
Atar. Aep mendekat menghampiri Atar yang tengah membantu Mbok Wiji yang
tertatih ingin menyentuh Aep. Putra kecilnya yang cerdas, energik dan aktif.
Dulu selalu di manja dan begitu mengemaskan, selalu membuat Mbok Wiji
tersenyum.
Sejak
pergaulan Mengenyam pendidikan Kuliah, Aep mulai berubah. Kesalahan yang
dilakukan Mbok Wiji adalah tidak membekalinya agama, sehingga mudah terpengaruh
dengan pergaulan yang tidak menyimpang. Sebelum akirnya Aep benar-benar menjadi
diri orang lain. Mbok Wiji telah memberikan segala-galanya untuk putra semata
wayangnya, mulai menjual tanah untuk pendaftaran masuk kuliah, alhasil
sia-sialah.
“Mau
kemana lagi kamu??? Lihatlah Ibumu ini? masih tega kamu pergi meninggalan
orangtua yang membanting tulang demimu?” Teriak Atar yang mulai naik pitam.
Aep
berlalu, pergi meninggalkan mereka berdua. Pintu rumah di gedorkan, motor rampokannya
berkoar-koar sebelum akirnya pergi berlalu entah kemana.
***
Bulan
Ramdhan kembali datang, tiga tahun ini Mbok Wiji selalu menjalankan Bulan Puasa
seorang diri. Beberapa kali Atar datang sambil membawakan semangkuk makanan
untuk Mbok Wiji. Atar adalah pemuda yang memiliki peranggai yang baik, Atar
adalah teman sebaya Aep sejak kecil. Mereka berdua seperti kakak adik. Rumahnya
hanya berseberangan, Atarlah yang sering menjenguk Mbok Wiji beberapa tahun
terakir.
Setiap
malam selepas tarawih, mbok Wiji tidak pernah meninggalkan tadarus di surau
yang tidak jauh dari rumahnya. Meskipun kesulitan berjalan, Mbok Wiji tidak
pernah meninggalkan jamaahnya. Doa selalu dipanjatkan untuk anak semata wayang,
tidak lupa pula mengirimkan doa untuk suami tercintanya yang telah lama
menghadap sang Pencipta ketika Mbok Wiji mengandung Aep usia 8 bulan.
Air
matanya tidak pernah kering. Nama yang sering disebutnya adalah sosok Aep,
putra kecil yang dahulu membanggakannya. Mbok Wiji teringat sosok pangeran
kecil ketika masih duduk di bangku SMP, pukul 14.00 WIB Aep pulang ke rumah
dengan wajah bahagia, ia selalu memberikan kejutan. Setiap kali ulangan, ia
selalu mendapatkan nilai tertinggi, dan inilah yang membuat mbok Wiji bangga
padannya. Seperti itulah yang kini dilakukan mbok Wiji di belakang rumah,
menunggu waktu berbuka, mbok Wiji masih setia menanti kehadiran Aep datang ke
dalam pelukannya.
***
“Allahu
akbar Allah hu akbar, la ilaha ilallah huAllah hu Akbar, Allahhu Akbar walilla
hil ham”.
Suara
takbir berkumandang dengan merdu, Mbok Wiji masih menanti kedatangan Aep. Ini
tahun ke tiga Mbok Wiji menanti Aep datang, Mbok Wiji telah membuka maafnya
setiap saat untuk putra semata wayangnya tersebut. Namun tak kunjung datang
pula.
Diperaduan
waktu, doa-doa yang terus mengalir di bibir keriputnya demi sang anaknya
terhenti. Air mata yang terus mengalir disetiap doa meminta pengampuanan kepada
sang Pencipta untuk anaknnya, kini tertutup untuk selamanya. Keranda pun di
angkat menuju sebuah alam yang telah dicatatkan oleh Tuhan.
“La
ila ha illaAllah” telah mengiringi setiap jengkal langkah para pengusung
keranda, tubuh renta tersebut akirnya bersatu dengan tanah.
Aep
pun mengetahui bahwa ibunya telah pulang ke Rahmatullah sebulan yang lalu,
penyesalan dan rasa bersalah yang tak terkira atas perbuatannya. (Elisa)
----*----
Mbok Wiji
Reviewed by elisa
on
Saturday, July 27, 2013
Rating:
No comments: