DIBALIK GOTONG ROYONG DI KAMPUNGKU, ADA KISAH PILU
Muda mudi KARISMA! JOS!!! |
Seperti
sore ini, ku tuliskan ini sepulang dari laden muda-mudi di kampung. Aku tergelitik,
karena apa yang diungkapkan oleh dosenku itu benar, gotong royong masih
dipertanyakan. Aku mengikuti banyak kegiatan, baik sosial maupun yang berbentuk
komersil. Mulai kegiatan sosial di Kampung, di kampus maupun di kota, ada arti
yang tersurat di balik ke gotongroyongan!.
Berikut
adalah contoh kasus yang seringku temui. Hidup di desa tidak seperti kehidupan
di Kota. Hidup di desa kata orang kota itu ribet, namun ada juga yang
mengatakan menarik. Sedangkan aku yang hidup di desa merasakan susah-susah
gampang. Karena hidup bersosial berarti kita harus melebur menjadi satu. Terkadang
pula kita harus mengikuti konformitas yang ada di suatu wilayah tersebut.
Bentuk
konformnitas ini sangat kuat, apabila ada perbedaan maka akan terlihat dan bahkan
menjadi omongan, menjadi top hit dalam ajang “ngrasani”. Apalagi bergaul dengan
para pini sepuh yang terlalu banyak aturan dan mengedepankan egosentrisnya
sendiri. Sebagai anak kecil di kampung, akirnya memilih bungkam dan hanya ngrundel saja. Menelan perkataan yang
menyakitkan.
Dalam
suatu organisasi sosial, seorang peserta dituntut untuk mampu berbaur di
dalamnya. misalnya jika ada pertemuan muda-mudi harus hadir, sekalipun itu
hanya sebagai penggembira acara saja. Setiap minggunya harus kerjabakti. Nampaknya
orang desa itu guyub rukun antar sesamanya. Namun, dibalik itu semua ada sebuah
pembahasan yang perlu dikaji kebenarannya, apakah benar guyub rukun dalam suatu organisasi!.
Kasus
yang bagiku menarik sekali, sebenarnya masalah sepele dan tidak perlu untuk di
besar-besarkan. Hanya cukup menyikapinya secara bijak saja, tetapi sepertinya
hal ini sulit jika sudah menyangkut cara berfikir orang pini sepuh.
Suatu
hari, ketika acara nikahan ada seseorang atau lebih dari satu orang tidak bisa
hadir dalam ajang sosial, detik itu juga orang tersebut menjadi korban
pergunjingan. Tanpa melihat dari pihak orang tersebut yang benar-benar karena
ada pekerjaan yang mendesak. Terkadang dalam kognisi kita terlalu cepat
menjastifikasi orang lain tanpa melakukan hipotesis terlebih dahulu atau
sekedar melakukan triangulasi. Misalnya menanyakan terlebih dahulu alasan
mereka tidak bisa datang karena disebabkan apa. Kita tidak akan pernah tahu
kehidupan orang lain secara utuh bukan? Siapa tahu tidak bisa hadir karena
sedang pendadaran atau sedang menolong semut yang sekarat karena ditabraknya?
(ndagel)
Dalam
hidup berorganisasi tidak akan berjalan lancar jika selalu mengedepankan ego
masing-masing pribadi. Contoh lain, dalam organisasi di kampung, misalnya
selama mengikuti organisasi dia orang aktif dan rajin, tetapi belakangan tidak
pernah ikut organisasi. Tidak aktif selama 3 kali pertemuan sudah dianggap
tidak aktif dan tidak peduli dengan acara sosial kampung, seolah-seolah dan
dianggap orang tersebut tidak pernah ikut organisasi dikampung selama 4 tahun
lamanya. Berbeda lagi, ketika ada seorang yang sejak awal hanya ikut sekali
dalam pertemuan organisasi sosial, tetapi setelah itu tidak pernah menunjukkan
batang hidungnya, tetapi orang tersebut tidak pernah diungkit-ungkit.
Pernah
mencoba mengamati kenapa orang mau bekerja sosial di desa? Misalnya seperti
laden nikahan seperti ini, mereka rela meluangkan waktu dan bekerja sosial
karena budaya “jika aku tidak membantu,
besok saat aku ada hajatan biar dibantu juga” jangan katakana tidak! Karena
hampir sebagian besar orang desa memiliki alasan yang seperti ini! dari sini
menunjukkan bahwa sebenarnya orang jawa itu bukan orang yang murni melakukan
gotong royong, karena di balik gotong royong/kerja sosial ada hal lain. dengan
kata lain ada tendensi balas membalas. Nampaknya di kampungku juga seperti itu
yang terjadi.
kekompakan muda-mudi KARISMA |
Pernah
berfikiran kenapa seseorang yang hidup di desa memutuskan menarik diri di dalam
kehidupan sosial? nampaknya ini menarik sekali. Sejak kecil aku dihadapkan pada
orang-orang desa. Sungguh karakter dan sikap mereka begitu menarik sekali. Menariknya
seperti ini, layaknya orang yang meminta tolong karena memiliki suatu hajatan,
harusnya tuan rumah meminta dengan hormat dan rendah hati. Namanya saja meminta
tolong!. Dari namanya meminta tolong harusnya sopan!. Istilahnya “ketok pintu”
terlebih dahulu. ternyata tidak semua bisa bersikap seperti itu (mana orang
jawa yang memiliki unggah-ungguh?)
Misalnya
ada salah satu orang yang tidak bisa menolong itu hak orang tersebut dong
harusnya? Kan setiap orang memiliki hak untuk menolak dan menerima. Namun berbeda
ketika hidup di desa, bahkan seorang tuan rumah yang meminta tolong pun
memiliki peran rangkap untuk menekan orang yang dimintai tolong??? Why why???????
=> jaman edan!. Berani-beraninya tuan rumah yang kedudukannya meminta tolong
justru malah menyalahkan dan mengatur orang yang dimintai tolong!
Bahkan
hidup di desa baik tidaknya orang tersebut bisa diukur lewat respons masyarakat
itu sendiri. salah satunya ketika melakukan hajatan, orang yang hidup di
kampung perhatikan ketika “nyumbang” hanya sedikit muda-mudinya, itu tandanya
orang tersebut ketika hidup di masyarakat ada sesuatu yang dipertanyakan. Yah,
meskipun ada dua kemungkinan, pertama karena orang tersebut tidak disukai oleh
pemuda-pemudi. Kedua, karena orang tersebut memang benar-benar langka akan
muda-mudi. Barometernya mudah bukan? J
Peserta
baru dalam organisasi melakukan kesalahan hal yang wajar, dan itu bagian dari
proses dan pembelajaran mereka. berbeda ketika hidup di desa! Lalu bagaimana
dengan peserta baru yang melakukan kesalahan, dan apa yang terjadi di lapangan
dengan fenomena ini?
Sederhana
dan menyakitkan nampaknya. Orang yang hidup di desa, terkenal akan kerukunan
dan kedamaian ini akirnya hancur karena egosentri dari sesepuh dan beberapa
segelintir orang saja yang menonjol dan egois. Ketika peserta baru melakukan
kesalahan boleh menegurnya, namun kita lihat terlebih dahulu karakter orang
tersebut. Karena tidak semua orang bisa ditegur dengan cara dan kasar. Tidak ada
orang yang mau ditegur di hadapan orang banyak! TIDAK ADA SATUPUN ORANG YANG
MAU DIPERLAKUKAN SEPERTI ITU!. Cara-cara pemberian pelajaran yang tidak tepat
seperti inilah yang menyebabkan orang menarik diri dalam dunia sosial
kemasyarakatan.
Hidup
bersosial itu diciptakan harapannya ditempat tersebut sebagai tempat untuk
berbagi dan belajar dengan cara yang tepat dan positif. So! Kesimpulannya adalah,
jangan mudah menjastifikasi orang lain, toleransilah, cobalah untuk mengerti,
dan pahami sifat dasar orang lain. Dari sini menujukkan bahwa, di dalam
organisasi itu membutuhkan kekompakan satu sama lain. kekompakan tidak akan
pernah terjalin apabila di dalam satu organisasi tersebut ada satu orang yang
menonjol, tetapi penonjolan tersebut tidak sesuai tempatnya. Di dalam
organisasi itu membutuhkan jiwa pengorbanan dan jiwa ikhlas untuk menerima
suatu kesepakatan.
So!
Yuk, bangkit J
. anggap saja orang-orang yang menyakitkan hati itu sebagai ocehan burung beo. Kamu
tidak bersalah, dan kita juga tidak menyalahkan kok. Yuk… kembali berbaur yuk
^_^ , buktikan apa yang di lihat orang-orang tersebut tidak benar J
DIBALIK GOTONG ROYONG DI KAMPUNGKU, ADA KISAH PILU
Reviewed by elisa
on
Sunday, June 30, 2013
Rating:
No comments: