PETUALANGAN
4 GADIS PENDAKI NGLANGGERAN
BERSAMA 1 GADIS YANG BERTARUH HIDUP DAN MATI DI JURANG
Pemandangan Nglanggeran |
Pukul 10.00 WIB
Kami berlima (Aku, Sifa, Diniah, Mbak Indri dan Asih) memutuskan pergi menjadi
petualang tangguh. Menjadi pendaki gunung Nglanggeran bersama-sama. Minggu 17
Juni sepeda motor Kami melaju,meninggalkan kampung Jatimulyo. Riang dan senang
hati Kami menuju gunung Purba yang berada di kawasan Gunung Kidul tersebut.
Karena dari
keempat ini tidak mempunyai SIM, akhirnya Kami memutuskan menuju Nglanggeran
lewat jalur alternatif. Alias jalur perkampungan melewati desa Bulusari. Jarak
yang ditempuh pun relatif dekat dengan kampung Kami.
Motor Kami melewati
persawahan Kembangsari yang menghijau. Semakin jauh Kami tinggalkan kampung
Kami, dan Kami sudah berada di jembatan kali mati. Kami menaikki jalan tanjakan
yang biasa-biasa saja, motor Kami naik dengan lancar. Pohon disekeliling Kami
juga tumbuh lebat. Laksana berada di bawah rerimbunan pohon hutan yang
menjulang. Udara yang panas, ketika memasuki kawasan ini terasa sejuk, seperti
berada di beranda Syurga.
Setelah
melewati tanjakan jalan yang tidak seberapa, akhirnya Kami mulai menaiki dengan
kemiringan yang eksotis (bagi Penulis). Kami menaiki dengan kehawatiran tingkat
tinggi dan sangat berhati-hati. Ketika tidak menguasai kemudi, maka taruhan Kami
ada nyawa. Dimana ditepinya terdapat jurang juram. Siapapun yang jatuh, maka
akan “AND!!!!!”.
Kecemasan Kami
mereda ketika sampai di pertigaan. Kami menelusuri jalan, melewati pemancar
televisi yang menjulang dan eksotis dengan perpaduan pemandangan alam sekitar
yang memukau. Udaranya terasa dingin dan sejuk. Sawah membentang, bertingkat
tingkat.
Tak terasa Kami
berada di pertigaan, puluhan pemancar televisi yang memukau sudah jauh di
belakang sana. Kami meneruskan perjalanan menuju ke arah timur. Jelas, semakin
dekat gunung purba yang terbentuk ribuan juta tahun yang lalu itu kokoh di mata
Kami. Kami semakin mendekatinya, semakin dekat.
Kami tidak
parkir di Pendopo, dikarenakan banyak wisatawan yang hadir di sana. Kami
memutuskan parkir di bagian sudut paling utara (kalo ngak salah arah), tepatnya
di rumah salah satu warga.
perjalanan menuju gunung purba (foto : Elisa) |
Pendakian
pertama Kami disambut oleh batu besar dan disambut gubuk tempat peristirahatan.
Kami memutuskan untuk naik ke atas. Rasa lelah diseparuh perjalanan sudah
mengeranggi Kami berlima. Kami istirahat di batu besar yang diampit oleh batu
yang lebih besar di samping Kami.
Nampaknya
gunung Nglanggeran satu ini masih banyak menyimpan kealamian hutan. Nampak
jelas terlihat ketika Kami istirahat di batu besar, nampak seeokor monyet putih
keabu-abuan melintasi Kami. Mereka melompat lincah, menaiki batu dan berayun
dari pohon satu ke pohon lain. Tak lama, disusul oleh beberapa ekor kera lain
yang tengah mencari makanan.
Jangan ditanya
pohon yang tumbuh di pohon ini. Gunung Purba banyak ditumbuhi oleh beberapa
tumbuhan, dan buah. Mulai dari buah salam yang terkenal manis dan lezat.
Penulis saja suka memakananya. Nampak ada buah seperti mangga, tetapi itu hanya
menyerupai saja. Lebih detailnya, penulis tidak tahu itu buah jenis apa. Tidak
heran jika banyak monyet tumbuh di gunung purba ini.
Kami menaikki
hingga menuju puncak. Letih lagi-lagi menyerang tubuh Kami. Tidak ingin kalah
dengan beberapa pendaki yang Kami temui, Kami melanjutkan hingga dipucuk
ketinggian.
Sampailah Kami
di atas puncuk. Kami menaiki batu yang sangat besar. Di sana tidak hanya Kami
berlima, ada banyak orang yang telah sampai tiba di pucank Nglanggeran. Mereka
rombongan, sengaja berekreasi mendaki gunung Purba. Meski di situ terik
membakar tubuh Kami di tengah kelelahan yang luar biasa, tidak membuat Kami
menyesal dan mengeluh. Kami berlima duduk menikmati pemandangan yang exsotis.
Salah satu pemandangan di Nglanggeran (Foto : Elisa) |
Usai menikmati
pemanangan dan berfoto-foto, Kami akhirnya turun menuruni gunungpurba. Seperti
anak-anak monyet yang lincah, kali ini perjalanan pulang lebih cepat dibandingkan
perjalanan menaiki puncak Nglanggeran. Perjalanan Kami belum berakhir, Kami
mengunjungi salah satu situs tempat wisata yang tidak jauh dari Nglanggeran.
Kita berwisata ke Kretek Gantung. Begitulah Kami menyebutkannya.
Lelah dan
mengingat hari semakin sore, Kami memutuskan pulang. Kali ini, Aku memboncengkan
Sifa. Mengingat Asih begitu takut dengan perjalanannya. Awalnya semua berjalan
dengan lancar. Kami memutuskan untuk melewati desa Bulusari lagi, meski awalnya
berencana ingin melewati Patuk. Tapi gagal, gara-gara SIM.
Kami melewati
jalan yang penuh resiko. Semua berjalan baik-baik saja sebelum terjadi sebuah
eksiden yang begitu mengerikan. Aku memboncengkan Sifa menuruni jalan yang
menakutkan. Motorku masuk 2 grigi. Hingga tibalah di tikungan dengan kemiringan
yang lumayan ekstrim. Aku hilang kendali, rem stag dan rim depan tidak lagi
kuat menahan laju motor yang ku kendarai.
Kecemasan
sempat menyeruak, tapi akal sehatku sempat berfikir untuk berusaha
mengendalikan kendali motorku. Akirnya di tikungan, motorku sudah melewati
garis aspal. Sifa panik, Aku pun juga panik. Aku sempat melorot tempat dudukku
untuk mengerim. Diwaktu bersamaan, Sifa memutuskan melompat dari sepeda motor.
Kendaliku pun semakin tidak terkendali.
Waktu yang
singkat terbesit sebuah kelegaan dalam benak dan pikiranku “Oke… Aku tidak
punya tanggungan satu nyawa. Kalau pun Aku harus jatuh di jurang ini. Hanya Aku
yang mati”. Itulah yang terlintas di waktu kesekian detik.
Sudah tak
kuasa, dan usahaku benar-benar tidak dapat dipertahankan lagi. akhirnya Aku jatuh
bersama motor satu-satunya yang selalu menemani dimanapun Aku pergi. Sahabat
yang membantuku banting tulang meraih mimpiku.
Aku jatuh
memeluk sepeda motor (sebenarnya ngak memeluk, lebih tepatnya motorku yang
memelukku, alias menindihku!!!!). Sempat sepeda motorku menabrak satu pohon
(pohonya masih kecil) sebelum akhirnya Aku terjatuh. Aku terjatuh di jurang
bersama motorku. Aku masih punya kesadaran penuh saat itu.
Tubuhku yang
kecil, terperosok bersama motorku yang gedenya minta ampun itu jatuh di jurang.
Aku selamat dari maut kematian yang luar biasa ini. tas gendongku dan pundak
kecilku tersangkut akar pohon (akar pohon yang melintang), motorku juga
tersangkut pohon. Meski demikian, Aku tidak terjatuh karena tubuhku di ampit
sepeda motorku.
“Alhamdulillah
ya Allah”. Itulah kalimat yang pertama keluar dari mulutku dari pergulatan dan
perjuangan menuju detik-detik kematian.
Sifa, berlari
menuju di tepi jurang mencari keberadaanku. Nampak ketakutan yang luar biasa
dan panik yang besar tersirat di wajah adik kecil satu ini.
“Fa… sudah
jangan panik,,,, Aku tidak sakit kok. Sekarang tolong minta tolong orang di
sekitar untuk mengangkat tubuh motor ini dariku”. Aku masih sempat menenangkan
orang lain ketika orang lain mencemaskan hidup matiku yang kapan saja Aku bisa
terjatuh. Aku hanya mencoba untuk bersikap tenang ditengah kekacauan batinku.
Sifa berlari
memanggil ketiga temanku yang masih di belakang. Teman-temanku sudah muncul.
Ketika melihat kondisiku dan posisiku jatuh, mereka mulai berlari memanggil
warga sekitar. Ada rasa haru, ada yang mencemaskanku (perasaanku, aku tidak
pernah di cemaskan orang lain).
Aku pasrah… Aku
terdiam. Ketika Aku melihat ke bawah “ASTAGA!!”, di bawahku sudah jurang. Mataku
sedikit Aku pejamkan. Aku sudah merasa keberatan menahan berat badan motor.
Helmku sudah jatuh di jurang, kaki kananku sudah tidak bersepatu lagi. sepatuku
sudah lepas juga entah lari kemana sepatuku.
Bantuan turun, warga
sekitar menganggat motor dari tubuhku. Ketika semua bapak-bapak penolong itu
menganggat motorku, Aku ditarik salah satu temanku Diniah. Diniah berpegangan
pohon jati yang masih kecil, dan Aku menghulurkan tanganku agar Aku tidak
terjatuh ketika motor di angkat dari tubuhku.
Aku pun
selamat. Tidak ada sakit yang parah dan berdarah-darah di tubuhku. Hanya luka
di pelipis mataku saja. Begitupun dengan kawan perjuanganku, si Suzuki Smash
Titan berhasil diangkat dengan selamat. Tubuh si Titan hanya rimnya sedikit
cacat dan ada bekas goresan di beberapa tubuhnya.
Inilah akhir
petualanganku bersama keempat temanku. Satu pelajaran yang luar biasa, saat Aku
terjatuh, Aku benar-benar merasakan kehadiran Allah dan kuasanya. Allah masih
sayang padaku dengan caranya menyelamatkanku. Hikmah yang Aku dapatkan, selama
perjalanan, Aku selalu menyebut namaNYA dalam hatiku, dan ketika Aku jatuh,
Allah menolongku. Inilah cara Allah memperkenalkan kuasanya padaku. (Elisa)
PETUALANGAN
Reviewed by elisa
on
Sunday, June 17, 2012
Rating:
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Delete