GURU BESAR BERUSIA 1,5 TAHUN
Inilah kisah Penulis,
Penulis yang berusia 21 tahun berguru pada seorang balita berusia 1,5 tahun. Tepatnya
Senin 06 Februari 2012, pagi ini Penulis bekerja masuk sift siang, biasannya
senin pagi penluis ada jadwal kuliah. Pagi yang sangat Penulis nantikan. Menikmati
pagi hari di halaman rumah, duduk di serambi rumah dan melihat mentari menyapa
wajah penulis.
Pukul 08.00 pagi,
Ayah, Kakak, dan Ibu pergi. Penulis di rumah bersama anak kecil bernama Fafa.
Balita berusia 1,5 tahun yang di asuh oleh ibu Penulis.
Penulis jalan-jalan
bersama Fafa mengelilingi hangat mentari. Melewati setiap gang kampung. Penulis
ajak di pinggiran sawah yang membentang menghijau. Balita ini sangat antusias
sekali.
“Yis….pha????”.
Katanya sambil berjalan, tangannya memegangi setiap pepohonan yang tumbuh di
jalan
“Ini namanya bunga.
Fafa mau bunga”, tanya Penulis. Penulis petikkan bunga liar yang berkembang di
tepi sawah.
Begitupun seterusnya
kita berdialog ala bahasa alien… yang mungkin orang lain tidak tahu apa yang di
ucapkan Fafa.
Hingga tiba waktunya
kita berada di depan rumah tetangga yang dipenuhi oleh bunga-bunga. Cepat anak
ini belajar dari apa yang Penulis ucapkan. Sekali Penulis ucapkan, segera ia
menanggap dan mempraktekkan berbicara.
“Nyis… Bunga?. Au??”,
Fafa memetik bunga di depan rumah tetangga tersebut, seperti yang Penulis lakukan
ketika memetik bunga liar di tepi sawah.
Sebenarnya Penulis
kaget, tapi segera sadar Penulis sedang berhadapan dengan anak kecil, dan
tentunya Penulis tidak boleh mengeluarkan nada tinggi.
“Pintar… ini namanya
bunga.. tetapi bunga ini tidak boleh di petik. Ndak mas zaki marah”, kata
Penulis.
“Ha?.... Ki rah?”,
Fafa mencoba mengembalikan bunga yang sudah di petik di pasangkan ke tempat
semula.
Kita berdua terus
berjalan, melewati pepohonan. Suara-suara hewan seperti kinjeng tangis
berderik, Penulis kupu-sesekali kupu-kupu jelek juga terbang melintassi kita
berdua.
“Oke… sudah sampai di
pertigaan. Fafa mau lewat jalan yang mana?. Sini atau sini?”. Tanya Penulis
dengan ekspresi lebay..
“Ini!”, katannya
sambil terus berjalan dan terus berjalan. Sebelum akirnya berhenti di disuatu
tempat.
Tempat ini adalah
sebidang sawah dekat jalan yang kita lewati. Sebidang sawah yang di pagari oleh
pohon ketela.
“Nyis?. Ni… mbek….?”
Penulis Pura-pura
pinter paham apa yang di omongkan, dan menimpali pertanyaan Fafa yang tidak
jelas
“Ini namanya daun
ketela. Yok jalan lagi…”,
Penulis pun berjalan
lebih dulu. Ketika Penulis toleh, Fafa masih berdiri di depan pohon ketela
tersebut. Menyentuh permukaan daun. Penulis langsung lari menghampiri bocah
kecil tersebut. Ketika Penulis lumayan dekat, Penulis amati rasa ingin tahunya.
“Nyis… pek?”,
“Fafa mau?”, segera
Penulis petik setangkai daun ketela.
Segera di rebut dari
tangan Penulis, Fafa berjalan dengan segera menuju ke rumah. Dan akirnya
“Bruk!”, Fafa jatuh
tengkurap seperti katak.
Sedikit menahan
tertawa, Penulis bantu membangunkan. Penulis mencoba menghiburnya agar tidak
menangis, justru Fafa terus saja berjalan cepat menuju rumah sambil membawa
setangkai daun ketela. Penulis masih mengikuti dari belakang apa yang membuatnya
berbuat demikian.
Akhirnya tibalah di
samping rumah Penulis. Tepatnya berada di kandang kambing.
“Nyis…..!!!!”, katanya
sambil melambaikan tangannya ke arah Penulis, pertanda Penulis harus cepat
menghampirinya.
Tangan kirinya
memegang baju Penulis, tangan kanannya memegang daun ketela yang di ulurkan ke
arah kambing.
“Nyam… nyam…”, kambing
pun melahapnya seperti melahap mie ayam.
Baru Penulis pahami
maksud si Fafa tadi. hanya sekedar memberi makan kepada si kambing.
Penulis tersenyum lebar, memujinya agar ada rasa penghargaan telah apa yang
dilakukannya. Alias ilmu lebay Penulis keluar….
“Hore…. Fafa Pintar…”,
puji Penulis sambil mengendong dan mencium pipinya.
Sebentar saja, Fafa
meminta turun dan menyeret tangan Penulis kembali ke tempat daun ketela
tersebut didapat, ingin memetik dan ingin memberikan kepada si kambing lagi.
Dari cerita, dan ilmu
pagi ini Penulis tersadarkan oleh satu hal. Rasa ingin tahu seorang anak begitu
besar. Bahkan terjatuh dan lututnya terluka dan berdarah karena terjatuh tidak
di hiraukannya demi satu tujuan mulianya memberikan sesuap makan kambing.
Sebuah ilmu itu tidak
harus di dapat dari seorang guru, dosen maupun profesor. Tetapi dari
siapapun dan dimanapun. Alam jagat raya ini memberikan ilmu yang tak
terbatas jika mau memikirkannya dan mengambil pelajarannya. Bahkan kita dapat
berguru pada seorang anak kecil sekalipun.
So.. di dunia ini
sebenarnya siapa yang di namakan guru dan siapa yang dinamakan seorang murid?.
Jadi jika ada yang menyombongkan kepintaran dirinya, maka detik itu juga dia
kalah dengan kemauan seorang anak kecil. Bagi Penulis bayi yang tidak tau menahu ini
telah mengajari Penulis sesuatu hal, sekaligus guru bagi orang yang lebih tua
darinya.
Ingin tahu yang besar
seorang anak kecil itu lebih kuat dari pada rasa ingin tahu bagi beberapa
orang. Bahkan dia lebih pintar dari seorang anak. Bedannya pada Orang yang
pintar sudah merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, sedangkan seorang anak
merasa tidak mempunyai kelebihan apa-apa, sehingga ia ingin tahu lebih banyak.
Inilah perbedaan haus akan ilmu.
Ajang Share Dan Berbagi Ilmu Tuhan Lewat Ayat-Ayat Yang
Disampaikan.
Berbagi Guna Menuju Wawasan Yang Lebih Baik Untuk Kehidupan Yang
Lebih Baik.
Semoga Pelajaran Yang Elisa Tulis Ini Memberi Manfaat.
Salam Semangat Dari Saya, Elisa…
http://snowlife-elisa.blogspot.com
GURU BESAR BERUSIA 1,5 TAHUN
Reviewed by elisa
on
Monday, February 06, 2012
Rating:
No comments: