ORANG TUA SIBUK, ANAK TERASINGKAN
-->
Sepulang dari rapat di DISPORA, melintas di blok O dan melihat Harmonisasi kehidupan yang sempurna. Sebuah keluarga bahagia yang dibanggakan. di depan komplek perumah blok O itu terlihat sepasang suami istri yang berjalan bergandengan tangan, dengan canda yang Nampak renyah. Yah… bisa saya pastikan dia sepasang suami istri!.
Angin merembet menerpa tubuh yang lelah, saat itu juga ku pelankan laju montorku melihat dan mengamati kemesraan mereka. Kecepetan sepersekian detik teringat presentasi di kampus tentang Atecthment “sentuhan”.
Yah… keluarga adalah taman syurga yang musti di rawat. Apalagi ketika kembang dalam rumah tangga berbuah menjelma bayi imut, cantik dan tampan menawan ketika di pandang. Yah…. Buah hati. Seorang buah hati yang selalu di nantikan kehadirannya.
Kali ini saya mencoba mengulas ketika sang buah hati terkalahkan oleh factor kepentingan karir orang tua. Tidak dapat di pungkiri karir sepertinya lebih berat dari seorang anak. Yah… dalam lapangan mereka yang memilih karir tetap berjalan karena banyak factor dan itu sangat wajar. Terutama factor tuntutan kebutuhan.
Terlepas “keputusan” yang diambil selalu terdapat konsekwensinya. Seperti konflik yang merebak di daerah saya. “Nenek merawat cucunya”, jika tidak demikian maka mencari “Pemomong Anak” bahasa bekennya bebi siter, (bukan suster ngesot pastinya. Bayinya bisa kejang di tempat). Dari sinilah muncul attachment “Sentuhan Kasih Sayang” yang berbeda. Dan akan menimbulkan beberapa dampak lain yang menyertainya.
Contoh konkritnya ibu saya yang menjadi pemomong si bayi. Setiap pagi si anak di antar ibu dan ayahnya ke rumah kami, kemudian beliau (Orang tua si anak bekerja hingga sore). Sore harinya si anak di jemput pulang. Ini dimulai sejak si anak berumur 2 bulan sampai sekarang si anak berusia 1 tahun 5 bulan.
Sering (waktu itu) sebelum saya berangkat bekerja, melihat bocah yang masih tertidur dengan bibir merah, pipi yang empuk, tubuh mungil yang terbungkus selendang yang melilit tubuh merahnya membuatku iba. “Inilah korban tuntutan modernisasi!!”. Bayi tak berdosa itu secara tidak langsung di buang dan mendapatkan kasih sayang orang tua lain.
Tidak seperti masa kecilku dulu yang diasuh oleh Ibu kandungku sendiri secara penuh. Mendapatkan asupan ASI 24 nonstop!. Dan ketika saya sudah dewasa, ibu menceritakan dengan detail masa kecilku. Menjadikan dewasaku seperti ini. Setidaknya inilah kasih sayang ibuku yang sudah merawatku hingga dewasa. Yang memberiku banyak pelajaran tentang kesabarannya mengasuhku. Yang mampu menitihkan air mataku ketika ibuku menangis karena ulah nakalku jua.
Sedangkan sekarang banyak anak-anak yang senasip oleh balita yang di asuh keluarga kami karena kesibukan orang tuanya. Dampaknya tidak heran jika balita itu lebih dekat dengan keluarga kami yang mendapatkan kasihsayang penuh layaknya bagian dari keluarga kami. Hal ini bisa terlihat dari kebiasaannya. Ketika di rumah kami, balita yang sekarang berumur satu tahun 5 bulan ini lebih lincah, kreatif, perkembangan motorik dan olahan vokalnya terlihat aktif.
Berbeda ketika suatu hari saya berkunjung di rumah si balita, si balita tidak seaktif ketika berada di rumah kami. Si anak lebih menurut dengan ibu saya daripada menurut pada si ibu kandungnya. Ironisnya kakak si balita yang berusia 2 tahun lebih sering mengalami sakit dan lebih cenderung memberontak (Si kakaknya ini di sekolahkan di PAUD sejak kelahiran si adik).
Sepertinya dua hal ini adalah perbandingan konkrit dampak tingkah laku si anak. Dimana PAUD adalah lembaga yang sistemnya seperti sekolah TK. Guru hanya 3 atau 5 guru dengan anak didik yang lebih banyak. Dengan kata lain, kasih sayang yang diberikan oleh guru mereka tidak se-intens dan semaksimal karena mereka terfokus pada beberapa anak.
Berbeda dengan si adiknya. Si adik lebih mudah bergaul menyenangkan. Mengapa saya berani mengatakan mudah bergaul dan menyenangkan di usianya yang 1 tahun lebih ini. Karena si adik tidak takut ketika anak teman tetangga bermain. Si adik mencoba mengajak bermain bersama. Dimana kasih sayang sangat berpengaruh dalam perkembangan.
Sedangkan dampak si kakaknya lebih pasif. Ketika bertemu dengan orang asing dia menjadi dingin, pendiam, ketika sudah kenal akan menjadi agresif. Lebih kekanak-kanakan ketika ada orang tuanya. Boso jowone “ngulet”, atau “kami mbok-mbok-an”.
Semoga pengamatan kecil-kecillan ini membantu bagi teman-teman. Ada kritik, masukan, sanggahan silahkan. “Saya Manusia Biasa” J. Mari kita belajar bersama.
Catatan Pojok
1. Dengarkan Celotehan si anak dengan menatap matanya selalu tersenyum padanya
2. Berikan penghargaan berupa pelukan, atau pujian
3. Jadikan anda menjadi orang tua yang ekspresif dan spontanitas
Ketiga poin ini sangat efektif, sudah saya praktekkan kepada keponakan saya. Selamat mencoba.
Elisa, 08 Oktober 2011
Pojok Motivasi Lewat Catatan Tuhan. by Elisa Berdzikir, Berfikir dalam roda kehidupan.
Salam Semangat! Dari Saya Elisa, CP : 085327125712.
ajang Share demi perbaikan bersama ^_^
http://snowlife-elisa.blogspot.com
ORANG TUA SIBUK, ANAK TERASINGKAN
Reviewed by elisa
on
Saturday, October 08, 2011
Rating:
No comments: