BERPESAN LEWAT TULISAN

Terobsesi menjadi menjadi seorang penulis Buku, mengantarkan penulis kedunia jurnalistik. Perjalanan pertama kali menjadi Wartawan BIAS bukanlah perkara yang mudah. Jika banyak teman-teman yang suka menulis dan tidak mendapatkan kesempatan yang sama, hal ini mungkin dapat menimbulkan rasa iri.
Kembali kebelakang sebelum penulis tidak mengenal apa-apa tentang menulis. Pertamakali rasa ketertarikan penulis kedalam dunia menulis saat duduk di bangku SMP kelas 2 semeseter pertama. Istirahat pertama penulis duduk-duduk di perpustakaan sambil membaca sederetan judul buku di rak perpus. Satu buku yang mengelitik penulis saat itu, ketika melihat judul buku “Menulis dengan Emosi”.
Buku yang tebal itu penulis buka lembar demi lembar hingga buku itu khatam terbaca. Dibeberapa lembar halaman, penulis merinding membaca isi buku itu. Intinya bahwa, menulis itu suatu hal yang mulia. Saat itu penulis memutuskan untuk bercita-cita menjadi Penulis Buku yang membawa perubahan besar.
Ternyata menulis bukanlah perkara yang mudah saat itu. Karena penulis menyadari satu hal ini, maka penulis memutuskan dari yang terkecil. Yaitu membuat semacam target kecil untuk memulai menulis Buku. Target itu berbunyi “belajarlah menulis di surat kabar hingga di muat, setelah satu tulisan di muat, baru membuat buku”. Sampai sekarang pun penulis masih terapkan. Berkali-kali penulis menulis dan mengirimkan ke media cetak, berkali-kali itu pula tulisan yang terkirim tidak ada yang dimuat satupun.
Pernah cita-cita penulis di tentang oleh orang tua, karena penolakan ibu yang tidak percaya dengan kemampuan penulis. Maka penulispun ingin membuktikan kepada ibu. Mulai sejak itu penulis mulai mengumpulkan uang jajan untuk biaya ongkos kirim prangko, rela mengikat pinggang di sekolah. Penulis menulis pertamakali yang dikirimkan berupa puisi, yang dikirimkan ke media cetak terkenal di jogja.
Seminggu, sebulan, hingga ke tahun. Penulis menulis. Dari sekian banyak tulisan yang dikirimkan, tidak ada satupun yang di muat. Dua tahun proses ini berlanjut, hingga genaplah tahun ketiga, tepatnya ketika penulis duduk di bangku SMK kelas 2 Semester 2. siang hari di bulan Puasa sepulang sekolah, penulis melihat di antara sederet puisi, terdapat namaku di tepi bawah ujung dengan nama ”Elisa, siswi SMK Budhi Dharma Piyungan” dengan judul puisi ”Peradaban”.
Kejadian itu membuat ibu penulis menyetujui apa yang penulis inginkan. Hal ini memberikan motivasi untuk penulis meningkatkan satu tangga, menjadi dua tangga, yaitu ”Sebelum menulis Buku, harus berhasil meresensi buku dan di muat di surat kabar ternama”.
Beberapa hari setelah pemuat puisi pertamaku di Kedaulatan Rakyat, penulis mencoba salah satu kegiatan jurnalis di surat kabar. Pada hari ulang tahun ketika penulis sakit parah, mendapatkan berita bahwa penulis masuk ke dalam jaringan di Surat Kabar itu. Sejak itu penulis belajar tentang jurnalistik dan menulis beberapa tulisan fiksi di surat kabar tersebut dengan kontrak 3 bulan.
Ketika penulis berada di perpustakaan, penulis membaca tabloid BIAS yang terbit setiap sebulan sekali. Sejak mengenal tabloid ini, penulis mulai tertarik dan mengirimkannya, setiap tulisan-tulisan penulis ke tabloid BIAS pun sering di muat. Seiring berjalannya waktu, penulis di undang setiap rapat dan ikut rapat Tabloid BIAS, mulai saat itu penulis di angkat sebagai wartawan Tabloid BIAS.
Pengalaman ini penulis meningkatkan standar tangga ketiga yaitu ”Menjadi Jurnalis Profesionallah, dan carilah relasi yang banyak. Setelah mendapatkan banyak relasi dan mantap dengan gaya penulisan, Buatlah Buku segera!!!”. Tangga ketiga penulis masih gunakan hingga sekarang saat menjadi wartawan BIAS.
Penulis ingin pergi kemanapun ada kegiatan dan berita, mewawancarai langsung narasumber, bahkan terkadang harus mewawancari orang-orang yang mempunyai jabatan dan nama yang terhormat. Dari situ penulis menyadari bahwa menjadi Wartawan itu tidak mudah. Harus banyak mempelajari tentang kekuatan mental ketika mewawancari narsum. Tidak hanya sekedar mencari berita dan menulis. Menjadi wartawan juga di tuntut menguasai materi yang akan di tulis.
Yang lebih penting dari semuanya dari kehidupan penulis, penulis mendapatkan satu poin bahwa menjadi wartawan harus tahan banting. Sering-sering minta masukan yang pedas agar kualitas tulisan berbobot. Pantang menyerah dari segala halangan. Gigih dan berusaha semampunya dengan optimal.
Ketika teman-teman penulis bertanya alasan kenapa menjadi penulis, (entah itu penulis buku, berita, opini dan tulisan lain) adalah, penulis menulis karena panggilan dari hati. Karena penulis ingin mengungkapkan kata hati yang tidak tersampaikan lewat lisan. Ingin Memberikan perubahan, meski itu kecil. Setidak-tidaknya penulis menuliskan apa yang penulis ketahui melalui kertas agar semua pembaca yang belum mengerti bisa mengerti.
Dalam hal ini Penulis menyadari satu hal yaitu tidak pandai menyampaikan pendapat lewat lisan dan tingkah laku. Satu-satunya media yang enjoy penulis gunakan adalah menuliskan segala gagasan kedalam tulisan.
”Menulis selagi mampu. Walau isi tulisan itu sederhana, setidaknya jika jasadku sudah tiada, tulisan itu masih ada (barang satu) yang telah membaca tulisanku dan mengamalkanya dalam keseharian. Aku ingin membawa perubahan, tetapi aku tidak mampu merubah dengan skala besar. yang ku mampu hanya merubah dirisendiri dan menuangkan dalam tulisan sekedar menasehati dirisendiri pula”. (Elisa)

diterbitkan oleh : Tabloid BIAS
edisi 4, 2010
BERPESAN LEWAT TULISAN BERPESAN LEWAT TULISAN Reviewed by elisa on Wednesday, September 08, 2010 Rating: 5

3 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Sahabat

Powered by Blogger.